Reporter: Leni Wandira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Istana buka suara soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya yang digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dugaan nepotisme.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana justru meragukan gugatan yang dilayangkan oleh tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat atau Perekat Nusantara tersebut.
"Kita serahkan saja ke PTUN untuk menilai apakah ini murni gugatan Tata Usaha Negara, atau gugatan yang bermuatan politis menjelang Pemilu 2024," ungkap Ari saat dihubungi Kontan, Selasa (16/1).
Baca Juga: Dugaan Nepotisme, Jokowi dan Keluarganya Digugat ke PTUN
Pasalnya, hingga kini Kementerian Sekretariat Negara (Kemenseteg) belum menerima salinan gugatan itu. Untuk itu, pihaknya masih belum dapat memberi responS lebih detail terkait substansi gugatan itu.
"Sampai saat ini, Kementerian Sekretariat Negara belum menerima salinan gugatannya. Jadi, belum bisa mengomentari lebih lanjut mengenai substansi gugatan tersebut," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menggugat Presiden RI Joko Widodo dan keluarganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (12/1/2024).
Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara yang dilayangkan dengan klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini teregister di Kepaniteraan PTUN Jakarta dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Baca Juga: Gibran Menjawab Singkat Soal Jokowi Sekeluarga Digugat Atas Dugaan Nepotisme
Perwakilan penggugat, Petrus Selestinus, menjelaskan, gugatan ini diajukan lantaran Presiden Jokowi dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, Undang-Undang (UU) dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
"TPDI dan Perekat Nusantara melihat nepotisme dinasti politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat, sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi,” kata Petrus kepada Kompas.com, Senin (15/1/2024).
“Secara absolut akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Kepresidenan,” ucapnya.
Petrus menilai, reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh nepotisme dinasti politik Jokowi hanya dalam waktu satu tahun terakhir yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku presiden.
Baca Juga: Mengenal Wanita Terkaya AS Alice Walton, Pengaruhnya Lampaui Bidang Keuangan & Bisnis
Hal ini, menurut dia, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.
Bahkan, nepotisme ini tidak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga yudikatif dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) selaku Pelaksana Kekuasaan Kehakiman.
“Ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya,” kata Petrus.
“Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman menjabat Ketua MK, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK,” ucapnya.
Petrus menilai, kemerdekaan dan kemandirian MK yang dijamin oleh Pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan nepotisme dinasti politik yang melanggar TAP MPR No.XI /MPR/1998 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News