Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun politik 2024 diyakini akan menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia. Hanya saja, saat ini tengah ramai wacana untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Bahkan Pengadilan Negari Jakarta Pusat mengeluarkan keputusan kontroversial yang menunda pemilu.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, akan ada tambahan uang beredar lebih dari Rp 200 triliun selama pemilu 2024. Oleh karena itu, tambahan peredaran uang selama tahun politik tersebut akan memberikan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi.
"Tambahan uang beredar selama pemilu bisa menembus di atas Rp 200 triliun, karena aktivits pemilu ini cukup luas dampak ke hampir 20 sektor usaha. Mulai dari makanan minuman, percetakan, periklanan, hotel, hingga jasa transportasi," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3).
Baca Juga: Profil Partai Prima yang Menang Gugatan dengan Putusan Pemilu 2024 Ditunda
Bhima bilang, apabila penundaan pemilu 2024 bakal terjadi maka ada potensi uang beredar yang hilang lebih dari Rp 350 triliun hingga Rp 400 triliun karena besarnya ketidakpastian rencana bisnis.
Untuk itu, dirinya menilai bahwa penundaan pemilu merupakan preseden buruk bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini sampai 2024 ke depan.
"Banyak pelaku usaha sudah mulai pinjam uang ke bank, sudah mulai persiapan rekrut tenaga kerja tambahan dan bahkan berani naikkan kapasitas produksi. Begitu muncul gonjang-ganjing penundaan pemilu, maka bisa tidak pasti rencana tadi, bahkan berujung pada kerugian," katanya.
Sementara dari sisi investor, saat ada isu penundaan pemilu maka investor akan cenderung wait and see. Bhima bilang, yang tadinya rencana investasi sudah dimulai di tahun ini, namun lantaran ada penundaan pemilu maka rencana inevstasi bisa saja tertunda sampai tahun 2025.
Baca Juga: Penundaan Pemilu 2024 Bikin Pengusaha Wait and See
"Dalam survey kemudahan berbisnis, permasalahan terbesar selain korupsi adalah ketidakpastian politik dan kebijakan. Oleh karena itu, penundaan pemilu sangat merusak prospek investasi," pungkas Bhima.
Sebelumnya, Ekonom Senior Indef Iman Sugema mengatakan bahwa di tahun politik ini kebutuhan uang kartal atau uang tunai Indonesia akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan para politisi akan menggunakannya sebagai transaksi politik mereka.
"Indonesia karena akan menghadapi tahun pemilu, ini saya kira demand untuk cash artinya uang kartal itu akan tinggi, karena semua transaksi politik itu dilakukan secara cash. Anda kan gak mungkin secara terbuka transfer bank untuk transaksi politik," ujar Iman dalam Webinar Indef, Kamis (2/3).
Baca Juga: Mahfud: PN Jakarta Pusat Harus Dilawan Secara Hukum dan Rakyat Bisa Menolak Massif
Di sisi lain, Iman melihat bahwa uang beredar akan mengalami peningkatan pada saat tiga bulan sebelum menjelang pesta demokrasi 2024. Dirinya menyebut, uang yang beredar tersebut bisa saja berasal dari luar negeri yang sifatnya ilegal akan masuk ke Indonesia.
Menurutnya, uang-uang yang berasal dari negara safe haven seperti Singapura akan dibawa oleh para politisi ke dalam negeri untuk membiayai segala aktivitas politik mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News