kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jelang akhir tahun, harga pangan mulai naik


Rabu, 15 November 2017 / 18:14 WIB
Jelang akhir tahun, harga pangan mulai naik


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun, permintaan beberapa komoditas pangan mulai meningkat. Hal ini pun turut menunjang peningkatan harga komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabai, bawang, daging, dan beberapa komoditas lainnya.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan kenaikan harga beberapa komoditas pangan sudah mulai terjadi sejak beberapa hari yang lalu.

"Yang sudah terlihat jelas adalah beras, cabai, telur, serta bawang. Cabai merah keriting saja dari Rp 35.000 per kg sekarang sudah Rp 39.000 per kg," jelas Abdullah kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11).

Dia pun mengatakan, meski komoditas lain mengalami kenaikan harga yang relatif kecil, tetapi trennya harganya terus meningkat. Berdasarkan pantauan kontan, hingga Kamis (15/11), harga beberapa komoditas pangan utama di pasar-pasar wilayah Jakarta pun mulai meningkat.

Harga rata-rata beras premium mencapai Rp 12.000 per kg, cabai merah besar dihargai Rp 32.500 per kg, bawang merah sebesar Rp 30.100 per kg, ayam broiler Rp 32.200 per kg, minyak goreng curah Rp 12.600 per kg, daging sapi Rp 116.000 per kg, dan daging paha belakang Rp 123.000 per kg.

Abdullah berpendapat, untuk mengatasi permintaan yang semakin tinggi ini, pemerintah harus selalu memastikan produksi komoditas pangan yang aman, serta memastikan distribusi selalu berjalan lancar. Apabila dua hal tersebut dapat dijalankan, harga tidak akan meningkat drastis meski permintaan melonjak.

"Menurut saya kelemahan pemerintah di data produksi. Datanya tidak begitu sinkron di lapangan. Datanya harus sinkron terlebih dahulu supaya kita bisa memastikan apakah stoknya cukup," kata Abdullah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




[X]
×