kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Benarkah Indonesia swasembada pangan?


Minggu, 12 November 2017 / 21:16 WIB
Benarkah Indonesia swasembada pangan?


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) mengklaim bahwa Indonesia sudah mengalami swasembada pangan khususnya untuk komoditas padi, jagung, bawang merah dan cabai.

Berdasarkan data Kemtan, produksi padi pada 2017 akan mencapai 81,3 juta ton gabah kering giling, jagung sebesar 27,9 juta ton, bawang merah sebesar 1,68 juta ton, sementara cabai merah sekitar 1,28 juta ton dan cabai rawit sekitar 986 ribu ton.

Meski begitu, Dwi Andreas, Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) masih meragukan data tersebut. Terlebih, Dwi berpendapat masih ada kenaikan harga pada komoditas padi sejak Juli.

"Data yang bisa kita jadikan acuan adalah harga. Harga beras saat ini sudah mencapai Rp 10.700 per kg untuk harga beras medium rata-rata nasional," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (12/11).

Dwi mengatakan bila harga tersebut tidak diwaspadai, dikhawatirkan harga tersebut akan menembus Rp 11.000 per kg, mengingat dalam 3,5 bulan ke depan atau hingga Februari, Indonesia masih akan mengalami musim paceklik.

Dwi berpendapat, dengan angka produksi 81,3 juta ton, maka surplus beras akan sangat besar di mana Kemtan mengklaim terdapat surplus 17,4 juta ton.

Menurut perhitungan Dwi, apabila surplus mencapai 11,2 juta ton, maka harga beras akan menurun menjadi Rp 5.600 per kg. Dia menyimpulkan, bila harga terus meningkat, maka produksi justru mengalami penurunan.

Meski mengalami kenaikan, namun menurutnya kenaikan harga ini tidak terlalu melonjak seperti yang terjadi pada 2015. "Tren kenaikan harganya memang tidak setajam 2015, harapan saya memang betul stoknya memadai. Kalau memadai berarti swasembada," kata Dwi.

Selain itu, Dwi juga menyoroti impor beras yang terdapat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam data tersebut menunjukkan masih ada impor beras yang dilakukan Indonesia sebesar 192.000 ton. Meski begitu angka ini sangat kecil dibandingkan impor beras sebelumnya yakni 1,28 juta ton.

Sementara itu, untuk komoditas Jagung, Dwi juga melihat masih adanya impor jagung sebesar 436.000 ton sejak Januari hingga Agustus. Dia memperkirakan, impor jagung akan mendekati 1 juta ton hingga akhir tahun.

Meski pemerintah mengklaim tidak adanya impor jagung, namun impor gandum justru meningkat pada 2016. Menurut Dwi, pada 2016 terdapat impor gandum sebesar 3,2 juta ton, di mana 3 juta ton digunakan untuk pakan ternak.

"Tren impor gandum juga masih tinggi tahun ini. Jangan-jangan bukan karena produksi jagung yang tinggi, tetapi karena gandum yang dialihkan menjadi pengganti jagung. Kalau begini saya tidak yakin swasembada atau tidak," jelas Dwi.

Untuk produk holtikultura seperti bawang merah dan cabai, Dwi mengatakan sulit untuk menilai apakah komoditas tersebut termasuk swasembada.

Hal tersebut dikarenakan produk holtikultura bersifat fluktuatif di mana produksinya sangat dipengaruhi musim. "Boleh jadi produksi tahun ini tinggi, tetapi tiba-tiba menurun drastis," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×