Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pada Majelis Hakim pada Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana kasus suap dan pemerasan terkait pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan. Dalam memori PK yang dibacakannya minggu lalu, mantan Jaksa pada Kejaksaan Agung tersebut meminta dihukum ringan.
"Kami mohon supaya Majelis Hakim Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung RI memutuskan menolak permohonan PK dari terpidana Urip Tri Gunawan," kata Jaksa Rini Triningsih, saat membacakan pendapat Jaksa atas memori PK Urip Tri Gunawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (25/9).
Jaksa mengatakan, novum yang diajukan Urip terkait pendapatnya yang menyatakan tidak adanya kaitan antara penghentian penyelidikan kasus korupsi BLBI dengan uang US$ 660.000 yang diterimanya dari Artalyta Suryani, adalah keliru. Menurut Jaksa, Urip telah terbukti memenuhi unsur melanggar Pasal 12 huruf (b) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut kata jaksa, fakta tersebut ada dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Majels Banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hingga Majelis Kasasi Mahkamah Agung sehingga alasan Urip tersebut tidak dapat dikatakan sebagai novum.
"Alasan pemohon PK (Urip), bukan merupakan Novum, sehingga harus dikesampingkan," tambah Jaksa Rini.
Selain itu, jaksa juga menolak novum Urip yang mempermasalahkan frasa 'perintah supaya ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan' yang tidak ada dalam amar putusannya. Jaksa mengemukakan, jika Urip merasa amar putusan tidak lengkap, seharusnya dia mengajukan keberatan setelah ditahan tanpa ada surat penetapan perpanjangan penahanan dari MA.
"Namun pemohon PK tidak pernah mengajukan keberatan sampai pelaksanaan eksekusi. Berdasarkan hal-hal tesebut, maka alasan pemohon PK bukan merupakan novum sehingga harus dikesampingkan," ujar Jaksa Ferry.
Jaksa juga menolak novum ketiga yang diajukan Urip. Dalam novum tersebut Urip berpendapat bahwa Jaksa KPK tidak memiliki kewenangan dalam mengeksekusi putusan pengadilan. Kendati demikian menurut Jaksa, sejauh ini semua perkara yang ditangani oleh KPK dan setelah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, eksekusinya dilakukan oleh Jaksa KPK.
"Berdasarkan pendapat tersebut, kami mohon supaya Majelis Hakim Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung RI memutuskan menolak permohonan PK dari terpidana Urip Tri Gunawan dan menguatkan putusan Mahkamah Agung RI nomor 243 K / Pid.Sus/ 2008 pada 11 Maret 2009," tutur Jaksa Rini.
Pada September 2008, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Urip divonis pidana 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 12 bulan kurungan.
Majelis Hakim menyatakan Urip terbukti menerima uang dalam jabatannya sebagai jaksa penyelidik perkara BLBI yang melibatkan bank milik Samsul Nursalim. Dia menerima suap dari Arthalyta 'Ayin' Suryani US$ 660 ribu dan dari mantan Kepala mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn MS Jusuf melalui pengacara Reno Iskandarsyah, Rp 1 miliar.
Pada November 2008, Urip harus puas dengan keputusan Pengadilan Tinggi DKI (PT DKI) Jakarta yang menolak banding yang diajukannya. Putusan PT DKI justru menguatkan putusan di tingkat pertama tersebut. Hukuman Urip tetap 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. NamunĀ putusan subsidair direvisi menjadi delapan bulan penjara, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kemudian, Maret 2009, Mahkamah Agung (MA) juga menolak kasasi yang diajukan Urip. urip tetap dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News