Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya untuk mencari jalan keluar atas permasalahan defisit BPJS Kesehatan. Pasalnya, setiap tahun, lembaga tersebut terus mengalami defisit dengan nilai yang terus meningkat. Bahkan, hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi bakal defisit hingga Rp 32,8 triliun.
Yang terakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Banyak pihak pun keberatan dengan langkah pemerintah tersebut. Pasalnya, besaran kenaikan iuran dinilai terlalu tinggi.
Baca Juga: Buruh: Kenaikan iuran JKN semakin memiskinkan
Meski sejak awal tahun, pemerintah pun telah menggaungkan hal ini lantaran besaran iuran BPJS Kesehatan yang sudah terlalu murah (underpriced). Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pun mengatakan, Peraturan Presiden terkait kenaikan upah ini telah diajukan kepada Presiden Joko Widodo dan akan segera ditandatangani.
Iuran JKN BPJS Kesehatan terakhir kali mengalami kenaikan sejak tahun 2016 lalu. Sementara, dalam pasal 16i Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan, bahwa kenaikan iuran adalah kewajiban yang perlu dilakukan dalam dua tahun sekali.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, BPJS Watch sarankan pemerintah perhatikan daya beli
Namun, untuk kenaikan iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas II dan kelas III, pertimbangan utamanya harus berdasarkan pada kemampuan untuk membayar dan daya beli masyarakat. Sementara itu, kenaikan iuran kelas I harus didasarkan pada survei kemauan masyarakat untuk membayar.
Masyarakat keberatan
Kenaikan besaran iuran JKN dinilai justru membuat masyarakat enggan untuk menggunakan layanan yang diberikan oleh negara tersebut. Sebab, nilai kenaikan iuran cukup fantastis. Untuk peserta kelas I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang. Artinya, peserta harus membayar Rp160.000 per bulan dari saat ini yang hanya dikenakan Rp 80.000 per bulan.
Kemudian, peserta kelas mandiri II diusulkan naik Rp 59.000 per bulan menjadi Rp 110.000 dari posisi sekarang sebesar Rp 51.000 per bulan. Sementara, peserta kelas mandiri III naik dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000 per peserta setiap bulannya.
Baca Juga: Heboh usulan iuran BPJS naik 100%, hashtag #BPJSMencekik jadi trending
Ristiana Budi, salah satu peserta BPJS Kesehatan mandiri kelas I mengaku sangat keberatan dengan langkah pemerintah ini. Sebab, dalam sebulan, dirinya harus menanggung iuran untuk empat orang anggota keluarganya. Setidaknya, dia harus merogoh kocek hingga Rp 640.000 untuk membayarkan iuran JKN BPJS Kesehatan.
"Kalau bayarnya segitu mending enggak ikutan BPJS. Mending ikutan asuransi yang lain aja," ujar dia ketika berbincang dengan Kompas.com, Kamis (29/8).
Dia menilai langkah pemerintah tersebut bukan menjadi solusi untuk menambal masalah defisit BPJS Kesehatan. Menurut dia, tak hanya dirinya saja yang merasa keberatan dengan kenaikan besaran iuran yang hingga 100% tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani Mengusulkan Iuran BPJS Kesehatan Naik Hingga Lebih Dari 100%
"Kayaknya itu bukan solusi, karena banyak teman-teman yang bakalan stop nggak mau bayar semisal dinaikin deh," ujar dia.
Nada serupa juga diungkapkan oleh peserta BPJS Kesehatan kelas I lainnya, Giri Cahyo. Menurut dia, dengan naiknya besaran iuran BPJS Kesehatan tidak bakal memperbaiki masalah inti dari lembaga tersebut.
"Merasa terbebani, asuransi swasta akan lebih menarik nantinya," ujar dia.
Tanggapan Anggota DPR
Banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hadir dalam rapat dalam penentuan nasib BPJS Kesehatan beberapa hari yang lalu tak sepakat iuran BPJS Kesehatan naik dua kali lipat seperti yang diusulkan Sri Mulyani.
Menurut mereka, dengan dinaikkannya nilai iuran, peserta justru bakal kian malas membayar, jumlah peserta yang menunggak pembayaran iuran bakal semakin meningkat.
"Setiap kenaikan apapun yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya 100%," ujar Ichsan Anggota Komisi XI Ichsan Firdaus.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan akan naik, berikut daftar lengkap usulan kenaikannya
Sebab, masyarakat bisa saja justru lebih memilih menggunakan perusahaan asuransi swasta ketimbang menjadi peserta di BPJS Kesehatan karena perbedaan tarifnya semakin kecil. Bila itu terjadi, maka lembaga itu akan kehilangan pangsa pasarnya.
"Perlu dilihat apakah masyarakat mampu atau tidak. BPJS Kesehatan kan bersaing dengan perusahaan asuransi swasta," tegas dia.