Reporter: Yudho Winarto, Noverius Laoli | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut istri Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, dengan pidana penjara selama lima tahun. Selain itu, jaksa juga menuntut Neneng membayar denda sebesar Rp 200 juta.
Bukan hanya itu, Jaksa juga meminta Neneng mengembalikan uang kerugian negara sekitar Rp 2,6 miliar. Jaksa menilai, Neneng terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008.
Perbuatan ini berawal sejak proses lelang belum berlangsung. Nazaruddin memberikan uang US$ 50.000 kepada pejabat Kemnakertrans untuk memenangkan Neneng dalam proyek PLTS.
Selanjutnya, melalui anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang, Neneng membuat kesepakatan dengan pejabat pembuat komitmen proyek Timas Ginting. Mereka sepakat untuk mengubah hasil uji komponen produk PT Alfindo Nuratama sehingga memenuhi persyaratan teknis, dan perusahaan itu ditetapkan sebagai pemenang.
Hal-hal yang memberatkan Neneng dalam proses hukum ini adalah tidak mengakui kesalahannya. "Terdakwa pernah melarikan diri ke luar negeri," kata Jaksa Guntur Ferry, Selasa (5/2). Neneng memang sempat menjadi buronan. Sampai akhirnya, pada 13 Juni 2012, penyidik KPK berhasil mencokok Neneng.
Kuasa hukum Neneng Sri Wahyuni, Firman Candra, mengatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang akan dibacakan pada Kamis (14/2). Pembelaannya akan dibacakan Neneng langsung dan tim kuasa hukum. "Semua unsur tuntutan tidak terpenuhi. Mislanya, dikatakan ada intervensi, nyatanya tidak sama sekali melakukan intervensi," ujarnya.
Menurut Firman, dari fakta persidangan terlihat bahwa pejabat pembuat komitmennya belum pernah bertemu dan mengenal Neneng. Dalam kasus ini, Timas Ginting sudah divonis bersalah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News