Reporter: Yudho Winarto, Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perseteruan pengelolaan tambang emas dan tembaga di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur semakin seru. Setelah sebelumnya, pengusaha asal Australia Paul Willis menggugat Interpid Mines Limited.
Kini giliran, Interpid Cs yang menggugat balik sebagai jawaban atas gugatan pembatalan perjanjian deed of termination and release tertanggal 21 April 2008 yang diajukan Paul Willis. "Kami menuding ada perbuatan melawan hukum yang dilakukannya," kata kuasa hukum Interpid, Harry Ponto, Kamis (25/7).
Pertama, Paul Willis melakukan perbuatan melawan hukum dengan melanggar ketentuan yang tercantum dalam aliance agreement tertanggal 19 agustus 2007. Yakni melakukan pembicaraan dengan investor lain guna menggantikan posisi Interpid cs di proyek tersebut.
Kedua, Paul Willis telah melanggar pasal 1338 KUH Perdata perihal paksanaan perjanjian deed of termination and release. Berdasarkan perjanjian tersebut Paul Willis cs telah sepakat menerima AUS$ 2 juta atas konpensasi proyek dan tidak akan mengajukan gugatan lainnya.
Harry menambahkan Paul Willis juga melanggar kewajibannya menjaga kerahasian yg disepakati dalam deed of termination and release dengan berbicara ke media dan pialang saham.
Lantaran perbuatan tersebut, Interpid cs menuntut ganti rugi materiil AUS$ 8,2 juta yang telah ditimbulkan. Serta ganti rgi imateriil AUS$ 100 juta.
Alexander Lay, kuasa hukum Paul Willis cs masih enggan berkomentar. "Kami baru menerima jawabannya. Nanti kami pelajari," ujarnya.
Paul Willis bersama Indoaust Mining Limited dan Indoaust Mining Pty Ltd menggugat Emperor Mines Limited, interpid Mines Limited, Bradley Austin Gordon, Vanessa Mary Chidrawi, PT Indo Multi Niaga (IMN), Andreas Reza Nazaruddin, dan Maya Miranda.
Ia mengaku dipaksa oleh Interpid cs menandatangani perjanjian tanggal 21 April 2008 yang melepaskan haknya atas 70% proyek. Selain meminta dikembalikan haknya, juga ganti rugi meminta materiil AUS $ 2,5 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News