Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5% bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk omzet di bawah Rp 4,8 miliar akan berakhir pada ujung tahun 2024 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. Namun, pengamat menilai insentif pajas bagi UMKM tersebut harus diperpanjang.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyarankan agar insentif itu diperpanjang mengingat UMKM masih memerlukan dukungan insentif fiskal, khususnya UMKM di sektor-sektor yang belum pulih dari Pandemi.
Menurutnya, Jika isnentif dicabut maka beban UMKM akan bertambah sehingga semakin sulit bersaing dengan non UMKM. "Insentif ini lebih ke UMKM, kalau ke pembeli/konsumennya ya sebaiknya PPN tidak perlu dinaikkan dulu, tunda sampai ekonomi membaik, tumbuh disekitar enam persen,” kata Eko dalam keterangannya, Senin (25/11).
Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5% untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh 0,5% dianggap penting bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar supaya tetap mendapatkan insentif pajak yang meringankan beban usaha.
Baca Juga: INDEF Dorong Pemerintah Perpanjang Skema PPh Final UMKM 0,5%
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan, pihaknya tengah berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk memperpanjang insentif pajak ini. Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
UMKM dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp 60 juta, 15% untuk Rp 60 juta - Rp 250 juta, 25% untuk Rp 250 juta - Rp 500 juta, 30% untuk Rp 500 juta - Rp 1 miliar, 35% untuk lebih dari Rp 1 miliar.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga menilai insentif bagi UMKM tersebut seharusnya diperpanjang. Bahkan, menurutnya, tariif perlu diberikan lebih rendah lagi sebagai stimulus kepada para pelaku UMKM agar bisnisnya tetap bisa berjalan.
"Jadi bukan hanya PPh 0,5% harus dicegah sehingga tidak naik tahun depan, tapi disarankan PPh UMKM itu diturunkan menjadi 0,1% sampai 0,2% dari omzet," ujar Bhima.
Pertimbangan lain, kata dia, UMKM membutuhkan stimulus fiskal yang jauh lebih besar karena UMKM akan terkena dampak secara langsung dari kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai tahun depan. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga tengah melambat.
Baca Juga: Daya Beli Sulit, Masyarakat Makin Menjerit Dihantam Kenaikan Tarif PPN 12%
Sebagai motor penggerak perekonomian, Bhima menambahkan, UMKM harus benar-benar mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi dengan serapan 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap, insentif yang lebih rendah akan memberi kepastian bagi UMKM.
"Bukan hanya mencegah PPh UMKM dinaikan, tetapi juga memastikan tarifnya lebih rendah lagi, sehingga serapan tenaga kerja di UMKM bisa meningkat untuk mengompensasi terjadinya PHK di sektor industri padat karya.” pungkasnya.
Selanjutnya: Komisi Informasi Pusat: Masyarakat Terbebani Pungutan Pajak yang Semakin Meningkat
Menarik Dibaca: Katalog Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan Spesial Gajian 25 November-1 Desember 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News