Reporter: Margareta Engge Kharismawati, Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mempertahankan bunga acuan 7,5% hari ini. BI memutuskan tidak melonggarkan kebijakan moneternya kali ini lantaran melihat risiko yang menghantui perekonomian domestik dan global.
Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI mengatakan, persoalan current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan masih menjadi isu utama pergerakan perekonomian dalam negeri. Neraca dagang April yang defisit hingga US$ 1,96 miliar menjadi pertanda pelebaran defisit transaksi berjalan triwulan II (April-Juni).
BI memprediksi, CAD pada triwulan II akan membengkak menjadi US$ 8 miliar dan hingga akhir tahun mencapai US$ 25 miliar.
Ancaman lainnya, risiko inflasi. "Risiko inflasi terutama yang bersumber dari administered price masih tinggi," ujar Juda.
Sekadar informasi, harga dari komponen yang diatur oleh pemerintah atau administered price, pada bulan Mei lalu naik 0,22%. Mendatang, inflasi bisa menanjak lagi didorong pola musiman hari besar Idul Fitri, kenaikan harga pangan, sampai dampak dari El Nino.
Apalagi pemerintah akan mulai menaikkan tarif listrik mulai 1 Juli bagi industri non go public dan rumah tangga dengan golongan mulai dari 1.300 volt ampere (VA) hingga 5.500 VA. BI menghitung, kenaikan tarif listrik akan menyumbang inflasi 0,53%.
Tapi sejauh ini, meski didera tekanan inflasi, BI belum merevisi target inflasi 4,5% plus minus 1% di tahun ini.
BI juga melihat, rencana kebijakan fiskal yang sudah diajukan dalam RAPBN juga punya dampak kontraktif terhadap perekonomian Indonesia. Misalnya rencana pemotongan anggaran pemerintah sebesar Rp 100 triliun. Dampak pemotongan anggaran itu sekitar 0,17% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Alhasil, BI beberapa waktu lalu, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2014 menjadi 5,15% dari target yang ditetapkan sebelumnya yaitu 5,32%. BI menetapkan range pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,1%-5,5%.
Dari sisi ekonomi global, BI melihat pelambatan ekonomi China serta normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve, menjadi faktor penekan ekonomi dalam negeri. Meskipun, dalam hal ini BI masih melihat adanya perbaikan ekonomi dunia yaitu indikator penjualan dan kinerja manufaktur di Eropa dan Amerika yang mengalami perbaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News