Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. PT Guna Citra Trans Utama (GCTU) menunggu iktikad baik perusahaan ekspedisi asal Jepang Itochu Logistics Corp dalam proses mediasi untuk mencapai perdamaian.
Sebelumnya, GCTU menggugat Itochu karena telah melanggar perjanjian kerjasama keagenan yang dibuat keduanya pada 1 Oktober 1998. Perjanjian kerjasama itu menyebutkan Itochu menunjuk GCTU sebagai agen ekslusif di Indonesia.
Dalam perjanjian kerjasama itu pula disebutkan, Itochu diwajibkan membayar biaya jasa agen GCTU sebesar US$ 2.000 per bulannya. Tak hanya itu Itochu juga diwajibkan menanggung dan membayar seluruh biaya operasional kantor, gaji karyawan.
Pengakhiran kerjasama itu Itochu lakukan karena adanya perubahan kebijakan penanaman modal asing di Indonesia dari pemerintah. Dimana, perusahaa asing telah diperbolehkan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi di Indonesia dengan syarat harus menggandeng partner lokal dalam negeri.
Itochu bukannya mendirikan perusahaan baru sebagai pengganti kerjasama yang sudah ada, tapi malah mengusulkan untuk pengakhiran perjanjian. Saat ini Itochu telah mendirikan perusahaan baru yakni PT Itochu Logistics Indonesia dengan menggandeng perusahaan lain.
Akibat dari perlakuan Itochu itu tagihan GCTU menjadi membengkak seperti tagihan pajak yang saat ini terhitung sebesar Rp 19,58 miliar dan Rp 149,78 miliar.
Kuasa hukum GCTU Jandri O. Siadari mengatakan ada dua hal yang bisa dipenuhi oleh Itochu jika ingin berdamai. Pertama, meminta adanya pengakhiran kerjasama resmi secara hukum.
Sebab, menurutnya hingga saat ini pihak Itochu hanya mengakhiri kerjasama secara sepihak. Hal tersebut juga yang menjadi alasan GCTU melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarya Pusat.
"Kalau belum ada pengakhiran seharusnya Itochu belum boleh menjalani bisnis sejenis di Indonesia," ungkapnya. Kedua, pembayaran segala tanggungjawab biaya yang timbul pasca pengakhiran sepihak, termasuk membayar tagihan pajak senilai Rp 19 miliar.
Kemudian tagihan kepada pekerja yang belum lunas juga menjadi tanggungjawab Itochu. Jika kedua hal itu dapat dipenuhi ia meyakini prinsipal dapat menyetujui dan berkahir damai. "Pada prinsipnya kami ingin berdamai asal tawaran yang sesuai dalam petitum gugatan kami dapat dipenuhi Itochu," jelas Jandri.
Sementara itu, kuasa hukum Itochu Franky S.T Purba mengaku belum bisa berkomentar. "Kamu masih belum tahu seperti apa kita jalani dulu proses mediasi ini, lagipula ini belum memasuki pokok perkara jadi belum bisa berkomentar," ucapnya singkat.
Adapun dalam persidangan, Selasa (1/11) ketua majelis hakim Aswijon mengatakan, surat kuasa (legal standing) dari pihak Itochu telah sah sehingga sudah memiliki wewenang untuk menghadiri persidangan, setelah sempat menunda sidang selama tiga bulan.
Dalam persidangan juga, majelis hakim mengambil sikap untuk terus melanjutkan persidangan meski pihak turut tergugat PT Itochu Logistic Indonesia tidak hadir. Sebab, pengadilan sudah memanggil tiga kali secara resmi tapi pihak turut tergugat tetap tak hadir tanpa alasan. Sehingga majelis hakim menilai PT Itochu Logistic Indonesia tidak menggunakan haknya dalam perkara ini.
Adapun, GCTU dan Itochu saat ini sudah memasuki proses mediasi sebelum majelis hakim memeriksa pokok perkara. Majelis pun memberikan waktu selama 40 hari unruk saling bernegosiasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News