Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menggenjot devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke Indonesia. BI dan pemerintah pun tak segan-segan mengenakan sanksi bagi eksportir yang tidak membawa pulang DHE ke Indonesia.
Meski sempat di relaksasi karena pandemi Covid-19, BI mengumumkan sanksi bagi eksportir yang tidak memarkir DHE sumber daya alam (SDA) maupun non SDA di perbankan dalam negeri, kembali berlaku di tahun 2022.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa sektor pertambangan dan sektor perkebunan paling mendominasi atau bandel yang tidak menempatkan DHE ke dalam negeri.
"Ke empat sektor ada, sektor pertambangan dan perkebunan yang paling dominan," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Selasa (27/9).
Baca Juga: Sanksi Devisa Hasil Ekspor Kembali Berlaku, Catat Ketentuan dan Tarif Sanksinya
Asal tahu saja, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 744/KM.4/2020 tentang Penetapan Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan Kewajiban Memasukkan Devisa Hasil Ekspor ke Dalam Sistem Keuangan Indonesia terdapat 1.208 pos tarif ke dalam empat sektor.
Adapun rinciannya adalah 180 pos tarif sektor pertambangan, 472 pos tarif sektor perkebunan, 190 pos tarif sektor kehutanan dan 366 pos tarif sektor perikanan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani melaporkan, hingga kini sudah mengantongi Rp 6,4 miliar sanksi administratif dari eksportir yang tidak sesuai aturan.
"Pada tahap pertama, kami sudah mengenakan sanksi Rp 4,5 miliar dan pada tahap kedua sudah kami kenakan sanksi Rp 1,9 miliar," kata Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita September, Senin (26/9).
Baca Juga: Sanksi Devisa Hasil Ekspor Kembali Berlaku, Ditjen Bea Cukai Kantongi Rp 6,4 Miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News