Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia mendidih setelah eskalasi konflik yang memanas di Timur Tengah, terutama antara Israel dan Iran. Pemerintah pun diminta perlu segera mengambil langkah antisipasi untuk menghadapi dampak dari situasi ini.
Wijayanto Samirin, Ekonom dari Universitas Paramadina Jakarta menjelaskan bahwa konflik di Timur Tengah telah menyebabkan harga minyak global meningkat hampir 10% dalam seminggu terakhir.
Baca Juga: Setahun Serangan Hamas, Netanyahu: Konfrontasi dengan Iran Peluang Pulihkan Citra
Meskipun demikian, hingga 6 Oktober 2024, harga minyak masih berada di kisaran US$75 per barel, sedangkan harga rata-rata sepanjang tahun 2024 berkisar di US$79 per barel.
"Angka tersebut masih di bawah asumsi APBN, yakni US$ 82 per barel," kata Wijayanto kepada Kontan.co.id, Minggu (6/10).
Hal ini berarti, selama tidak ada kejadian luar biasa, situasi di Indonesia masih dianggap aman dan terkendali, baik dalam konteks defisit migas maupun defisit APBN.
Saat ini, asumsi subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar Rp 329,9 triliun.
Namun, Wijayanto mengingatkan bahwa jika skenario terburuk terjadi, seperti serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran, harga minyak bisa melonjak hingga US$ 100 per barel.
Baca Juga: Konflik Iran dan Israel Terus Memanas, Cadangan Devisa RI Berpotensi Terus Berkurang
Jika hal ini terjadi, defisit APBN bisa meningkat sebesar Rp 120 triliun atau bertambah 0,5% dari PDB di atas asumsi APBN 2024, terutama karena kenaikan subsidi dan kompensasi energi.
"Langkah-langkah fiskal tentunya perlu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan ini, meskipun kemungkinannya relatif kecil," ujarnya.
Wijayanto juga menyarankan bahwa dalam jangka pendek, Pertamina perlu meningkatkan cadangan bahan bakar minyak (BBM) dari saat ini yang hanya cukup untuk konsumsi di bawah 30 hari, menjadi dua hingga tiga bulan.
Hal ini agar Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh ketidakpastian harga minyak global. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan diversifikasi pemasok minyak bumi untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara yang rentan konflik.
"Subsidi BBM perlu dilakukan secara hati-hati dengan memastikan program yang tepat sasaran," tambahnya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melemah Senin (7/10) Siang, Brent ke US$77,74 dan WTI ke US$74,18
Dalam jangka panjang, Wijayanto menekankan bahwa pemerintah perlu menjadikan situasi ini sebagai peringatan penting untuk lebih serius dalam menjaga ketahanan dan kemandirian energi Indonesia.
Percepatan pengurangan ketergantungan terhadap BBM perlu dilakukan, terutama di sektor transportasi yang mengonsumsi sekitar 62% dari total konsumsi BBM nasional.
Pengembangan transportasi umum di kota-kota besar serta percepatan transisi ke kendaraan listrik juga harus diprioritaskan.
Selain itu, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai sumber pembangkit listrik perlu lebih progresif, sambil tetap melanjutkan pemanfaatan batubara dengan teknologi yang ramah lingkungan.
"Apalagi, dalam 9-12 tahun mendatang, cadangan minyak bumi kita akan habis, dan kita akan sepenuhnya bergantung pada impor minyak," tutup Wijayanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News