CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.904   -44,00   -0,28%
  • IDX 7.137   -77,78   -1,08%
  • KOMPAS100 1.092   -10,78   -0,98%
  • LQ45 871   -4,94   -0,56%
  • ISSI 215   -3,31   -1,52%
  • IDX30 446   -2,03   -0,45%
  • IDXHIDIV20 539   -0,53   -0,10%
  • IDX80 125   -1,22   -0,96%
  • IDXV30 135   -0,43   -0,32%
  • IDXQ30 149   -0,44   -0,29%

Ini poin penting pembahasan revisi UU Perbankan


Kamis, 14 Mei 2015 / 16:45 WIB
Ini poin penting pembahasan revisi UU Perbankan
ILUSTRASI. Paket Weekdays Seru di Waroeng Steak edisi bulan Desember masih tersedia cuma Rp 20.000, berlaku untuk umum


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Komisi XI DPR telah meminta masukan dari berbagai pihak dalam pembahasan revisi Undang-Undang Perbankan. Setelah itu Komisi XI DPR yang membawahi bidang keuangan ini akan segera  berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia dalam revisi UU tersebut.

Ketua Komisi XI DPR-RI, Fadel Muhammad mengatakan, berbagai macam masukan masuk terkait revisi UU Perbankan, diantaranya mengenai pembatasan kepemilikan saham asing di perbankan Indonesia. Selain itu juga pendefinisian bank asing, bank nasional serta bank khusus.

Menurut Fadel, pembatasan kepemilikan asing di perbankan Tanah Air diperlukan agar industri perbankan Indonesia kedepannya tidak lagi liberal seperti yang sudah terjadi sekarang ini. "Mengenai bank dengan kepemilikan asing, akan kami perbaiki. Tidak seperti sekarang, kepemilikan asing di saham perbankan bisa mencapai 99%. Ini akan kami batasi," kata Fadel di Jakarta, Rabu (13/5).

Meski begitu, hingga saat ini belum ada angka mengenai besaran maksimal kepemilikan asing yang diperbolehkan di perbankan Indonesia. Menurutnya, pembatasan maksimal kepemilikan asing yang dikaji oleh Komisi XI DPR periode sebelumnya sebesar 40%, kemungkinan masih bisa berubah.

"Untuk sekarang belum final mengenai besaran saham kepemilikan asing. Kami masih ingin mendengarkan masukan dari masyarakat mengenai hal ini. Yang kemarin, dibatasi hingga maksimal 40% saja. Yang pasti kami mengatur agar asing jangan memegang saham mayoritas," jelasnya.

Selain itu,  Komisi XI DPR juga akan membahas mengenai definisi bank asing, bank nasional serta bank khusus. Pada dasarnya, definisi ini mengacu pada praktik yang diterapkan oleh negara-negara lain dalam memperlakukan bank-bank asing.

Saat ini, di Indonesia, bank asing dapat membuka cabang hingga ke pelosok-pelosok Tanah Air. Sementara bank asal Indonesia yang membuka cabang di negara lain bahkan dibatasi jumlah kantor cabangnya, jumlah sebaran mesin ATM dan sebagainya.

Hal ini tentu menimbulkan ketimpangan bagi bank-bank asal Indonesia yang melebarkan sayap dengan membuka kantor cabang di negara-negara lain. Menurut Fadel, dalam revisi UU Perbankan mengenai defisini bank asing, akan ada konsekuensi operasional bagi bank-bank asing yang berpraktik di Indonesia.

"Operasionalnya akan dibedakan pengaturannya. Tidak seperti sekarang, bank asing nanti diatur supaya tidak diperkenankan lagi untuk membuka kantor cabang hingga ke desa-desa. Akan ada pembatasan operasional, mungkin hanya bisa beroperasi di tingkat-tingkat kota-kota besar. Yang sudah terlanjur ada, akan diberi kesempatan mungkin lima tahun atau sekian tahun, untuk rekonsiliasi," ucap Fadel.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman Darmansyah Hadad mengungkapkan, pembahasan mengenai defisini bank asing diperlukan agar Indonesia dalam pengaturannya bisa serupa dengan negara-negara lain. Sehingga, tidak akan ada definisi yang berbeda mengenai bank asing di Indonesia dengan di negara-negara lain.

"Sehingga kemudian, apa yang negara lain berikan kepada bank-bank Indonesia di negara tersebut, akan sama dengan apa yang diberikan oleh Indonesia kepada bank-bank asing tersebut," kata Muliaman.

Lebih lanjut Muliaman menjelaskan, OJK tengah mengkaji parameter terkait definisi bank asing tersebut. Pentingnya kesamaan mengenai definisi bank asing dengan yang ada di negara-negara tetangga, dimaksudkan agar ada kesamaan saat Indonesia akan memberikan insentif kepada bank-bank asing dan juga saat negara lain memberikan insentif kepada bank-bank asal Indonesia.

"Saat memberikan insentif, diharapkan dilakukan dengan semangat yang sama. Pada prinsipnya ada prinsip resiprokal," jelas Muliaman.

Muliaman bilang, adanya definisi mengenai bank asing diperlukan agar kemudian tidak ada perdebatan lagi di publik, mengenai status bank tersebut. Ia menambahkan, wasit lembaga keuangan ini terus melakukan pendalaman terkait definisi bank asing agar dapat memberikan manfaat kepada Indonesia.

Catatan saja, pertengahan Mei ini, Komisi XI DPR yang membawahi bidang keuangan akan berdiskusi dengan OJK dan BI untuk membahas revisi UU Perbankan. Komisi XI DPR akan mengkompilasi seluruh masukan yang sudah didapat baik yang berasal dari kunjungan kerja Komisi XI DPR maupun masukan yang berasal dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Pada umumnya, masukan yang diterima Komisi XI DPR terkait revisi UU Perbankan ini adalah menghendaki adanya pembatasan kepemilikan asing di industri perbankan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menggairahkan pertumbuhan industri perbankan di Indonesia.

Selain itu, fokus Komisi XI DPR dalam pembahasan revisi UU Perbankan adalah mengenai perlindungan nasabah. Sebab berdasarkan masukan yang diterima Komisi XI DPR, masyarakat merasa posisi yang tidak setara antara nasabah dengan perbankan. Komisi XI DPR memberikan perhatian penuh terkait perlindungan konsumen karena pertumbuhan industri perbankan berasal dari nasabah. Sebab jika terjadi rush pada industri perbankan Tanah Air maka hal itu pun berhubungan dengan kerugian yang akan diderita oleh nasabah.

Selain itu, Komisi XI DPR juga menilai penting untuk memperkuat dan mempertegas posisi masing-masing regulator jasa keuangan yaitu BI dan OJK. Selama ini, masih ada area abu-abu dalam pengaturan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing regulator tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×