kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Gaji direksi BPJS lebih besar dibanding era Askes


Kamis, 02 Januari 2014 / 19:27 WIB
Gaji direksi BPJS lebih besar dibanding era Askes
ILUSTRASI. Tower of Fantasy


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah akhirnya mengesahkan beleid tentang mekanisme pemberian upah kepada anggota dewan pengawas dan anggota direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Beleid yang hadir dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2013 ini, hadir untuk mendukung pelaksanaan  BPJS yang mulai sejak 1 Januari 2014.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, mengatakan, penerbitan Perpres tentang upah dewan pengawas dan direjsi BPJS sesuai dengan amanat Pasal 44 ayat 8 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

"Prinsipnya upah dewan pengawas dan direksi BPJS tidak boleh lebih kecil dibandingkan ketika di PT Jamsostek atau PT Askes," ujarnya kepada Kontan, Kamis (2/1).

Menurut Chazali, dirinya tidak mengetahui secara detail besaran upah yang diterima direksi BPJS karena beleid ini hanya menyebutkan formula penghitungan upah.

Dana pemberian upah kepada anggota dewan pengawas dan direksi BPJS berasal dari anggaran operasional BPJS yang potensial dana pengelolaannya akan jauh lebih besar dibandingkan era PT Askes dan PT Jamsostek.

Sebagai info, Jamsostek atau yang berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan saja menargetkan pada 2017 dana pengelolaan investasi mencapai  Rp 419,6 triliun.

Sedangkan pada tahun 2013 atau sebelum berubah menjadi BPJS, Jamsostek menargetkan dana investasi sebesar Rp 149,1 triliun.

Chazali mengatakan, penetapan penghasilan harus memperhatikan faktor pengelolaan dana, aset, kondisi dan kemampuan keuangan BPJS, tingkat inflasi, dan faktor-faktir lain yang relevan. Penghasilan anggota dewan pengawas dan direksi BPJS terdiri dari gaji atau upah dan manfaat tambahan lainnya. 

Sementara itu, formula upah untuk Direktur Utama BPJS adalah Upah Dasar  dikalikan Faktor Penyesuaian Inflasi  dan faktor jabatan. Upah anggota Direksi ditetapkan sebesar 90% dari upah Direktur Utama. 

Lalu, upah Ketua Dewan Pengawas ditetapkan sebesar 60% dari upah Direktur Utama dan upah anggota Dewan Pengawas sebesar 54% dari upah Direktur Utama.

Selain upah, anggota direksi dan dewan pengawas BPJS juga menerima tunjangan dalam bentuk tunjangan hari raya, santunan purna jabatan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan asuransi sosial, dan tunjangan perumahan.

Ada pula, fasilitas pendukung pelaksanaan tugas seperti kendaraan dinas, kesehatan, pendampingan hukum, olahraga, pakaian dinas, biaya representasi, dan biaya pengembangan.

Chazali menuturkan, jika perhitungan upah dan manfaat tambahan lainnya belum ditetapkan berdasarkan Perpres ini, maka berlaku  upah sesuai ketika era PT Askes dan PT Jamsostek.

Pelayanan maksimal

Anggota dewan pengawas sendiri terdiri dari para komisaris di PT Askes untuk BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek di BPJS Ketenagakerjaan.

Chazali menambahkan, direksi dan dewan pengawas BPJS memiliki masa jabatan maksimal dalam dua tahun kedepan terhitung sejak 1 Januari 2014. Setelah dua tahun, pemerintah akan membentuk panitia seleksi (pansel) pemilihan direksi dan dewan pengawas BPJS.

Peserta seleksi direksi dan dewan pengawas BPJS dilakukan secara terbuka dan untuk umum sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam UU BPJS.

Ketua bidang Advokasi Serikat Pekerja Nasional (SPN), Djoko Heryono, mengatakan, direksi BPJS harus bisa menjadi pelayanan secara maksimal kepada seluruh masyarakat khususnya bagi yang tidak mampu.

"Amanat UU adalah jaminan sosial untuk seluruh masyarakat bukan sebagian masyarakat saja," ujarnya.

Hal ini yang menurut Djoko perlu diantisipasi oleh pihak BPJS dengan potensi semakin banyaknya masyarakat yang akan hadir ke rumah sakit (RS) walaupun tidak terdaftar sebagai peserta BPJS.

Ia menilai, BPJS sebagai badan usaha publik seharusnya diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasilnya diumumkan secara transparan kepada masyarakat khususnya peserta BPJS.

Dia menambahkan, hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sebelumnya ditunjuk oleh PT Askes dan PT Jamsostek harus segera diumumkan secara terbuka.

Djoko beranggapan, kalangan pekerja memiliki kontribusi sebagai pengiur jaminan sehingga berhak untuk mengetahui kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×