kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini kata pengamat soal dampak tarif minimum PPh perusahaan multinasional


Minggu, 18 Juli 2021 / 16:48 WIB
Ini kata pengamat soal dampak tarif minimum PPh perusahaan multinasional
ILUSTRASI. Petugas keamanan berjalan di dekat slogan bertuliskan 'Pajak Kuat Indonesia Maju' di sebuah Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta, Rabu (14/7/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 telah menyepakati kebijakan perpajakan internasional lewat Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising From the Digitalisation and Globalization  of the Economy pada pekan lalu.

Salah satu poin kesepakatan perpajakan internasional yakni terkait Pilar 2 yang  ditujukan mengatasi isu Base Erosion Profit Shifting (BEPS) untuk memastikan perusahaan multinasional dengan minimum omset konsolidasi sebesar € 750 juta membayar pajak penghasilan dengan tarif minimum 15% di negara domisili. 

G20 berharap dengan Pilar 2 dapat menghilangkan adanya persaingan tarif pajak yang tidak sehat atau race to the bottom. Sehingga diharapkan menghadirkan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan inklusif. 

Baca Juga: Kementerian Investasi susun Peta Peluang Investasi guna menarik investor tahun depan

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan dengan batasan atau threshold tersebut, Indonesia berpeluang untuk mendapatkan tambahan pajak dari perusahaan multinasional domisili Indonesia yang memiliki tarif pajak penghasilan efektif di bawah 15%.

Kendati demikian, Febrio tidak memungkiri, Pilar 2 mempunyai dampak terhadap kebijakan insentif pajak penghasilan pemerintah. Desain insentif perpajakan, khususnya dengan penerapan tarif pajak efektif kurang dari 15%, harus didesain ulang menyesuaikan dengan pilar dua. 

“Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat menerapkan insentif pajak  dengan tarif yang lebih rendah dari 15% untuk tujuan misalnya menarik investasi,” kata Febrio, Kamis (15/7). 

Dengan ketentuan tersebut, Febrio bilang keputusan investasi diharapkan tidak lagi berdasarkan tarif pajak tetapi berdasarkan faktor fundamental. “Pemerintah cukup optimis bahwa investasi di Indonesia tetap akan bertumbuh seiring percepatan dan penguatan reformasi struktural yang berdampak positif pada peningkatan iklim usaha”, kata Febrio.

Baca Juga: Bisnis tertekan akibat PPKM darurat, pengusaha tetap dukung langkah pemerintah

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan secara umum dengan adanya skema pajak minimum di Pilar 2 akan berdampak bagi berkurangnya kompetisi pajak, mencegah perpindahan laba ke preferential tax regime, serta untuk menjamin agar prinsip single tax principle atau penghasilan dari suatu entitas jangan sampai tidak dipajaki. 

Menurut Bawono, bagi Indonesia Pilar 2 membawa manfaat positif, di tengah konstelasi pajak global. Pilar 2 ini terdiri dari dua aspek. Pertama, income inclusion rules dan undertaxed payment rule yang lebih melihat dari sisi negara residen. 




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×