Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani revisi dua peraturan menteri keuangan (PMK). Dua PMK yang direvisi merupakan respon kementerian keuangan atas masalah yang menghambat wajib pajak untuk mengikuti program pengampunan pajak (Tax Amnesty)
Dua PMK tersebut yaitu PMK nomor 141/2016 tentang perubahan atas PMK nomor 118/2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang Pajak dan PMK nomor 142/2016 tentang perubahan atas PMK nomor 127/2016 tentang pengampunan pajak bagi wajib pajak yang memiliki harta tidak langsung melalui special purpos vehicle (SPV) alias perusahaan cangkang.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo menyampaikan dalam PMK nomor 141 terdapat enam poin yang dilakukan relaksasi atau revisi. Pertama yaitu wajib pajak dalam kriteria tertentu yaitu yang memiliki harta rincian dibawah 20 item tidak perlu menyertakan softcopy.
"Hal ini untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak kecil dalam mengikuti tax amnesty. Dan juga agar tidak terbebani dengan dengan kewajiban softcopy daftar rincian harta," ujar Suryo di Kanwil DJP Jkarta Selatan, Senin (26/9).
Kedua, diberikan tanda terima sementara kepada wajib pajak yang menyampaikan surat pernyataan dalam hal terjadi gangguan jaringan atau keadaan luar biasa seperti antrian menumpuk luar biasa. Ketiga, pembebasan dari pengenaan pajak penghasilan yaitu tidak diberikan terhadap pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari pengembang kepada pembeli yang belum dibaliknamakan.
Keempat laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan serta laporan penempatan harta tambahan yang berada di wilayah NKRI yang ditanamkan selama tiga tahun. Pelaporannya itu dilakukan selama satu tahun sekali dan paling lambat sampai pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan. Pada aturan sebelumnya laporan dilakukan 6 bulan sekali.
"Kelima, wajib pajak dengan kriteria tertentu yang telah menyampaikan surat pernyataan dapat mencabut atas surat pernyataan tersebut," ungkapnya.
Kemudian, kata Suyo, untuk PMK 142, dalam peraturan terbaru ini SPV tidak perlu dibubarkan namun diganti dengan deklarasi luar negeri. "Ini untuk mengklarifikasi saja terkait anggapan SPV harus dibubarkan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News