kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dampak hard brexit bagi produk ekspor Indonesia ke Eropa


Senin, 29 Juli 2019 / 19:20 WIB
Ini dampak hard brexit bagi produk ekspor Indonesia ke Eropa


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. London bersiap untuk meninggalkan Uni Eropa (UE) pada 31 Oktober mendatang tanpa kesepakatan atau hard Brexit.  Pemerintah Inggris mengambil langkah ini seiring dengan asumsi bahwa UE tidak akan menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit.

Hal ini dinilai Wakil Ketua Umum Kadin bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani sebagai hal yang merepotkan bagi eksportir Indonesia. Hard Brexit ini akan menciptakan 2 yuridiksi perdagangan yang terpisah antara Inggris dan UE.

Baca Juga: Inggris bersiap dengan skenario hard Brexit

Dalam hal ini, Inggris dan UE dapat memberlakukan tarif, kuota, prosedur, dan ketentuan perdagangan seperti kesepakatan SPS/TBT yang berbeda satu sama lain. Ini yang dipandang Shinta akan membuat hubungan ekspor Indonesia - Inggris akan tidak efisien.

"Kita juga berpotensi terkena beban tarif dan requirements perdagangan dua kali, yaitu di border Inggris dan di border UE," tambah Shinta.

Baca Juga: BI waspadai sentimen negatif ECB dan hard Brexit terhadap rupiah

Selain itu, ini juga akan menyulitkan para eksportir Indonesia yang menjadikan Inggris sebagai export hub ke UE. Mereka harus melakukan efisiensi dengan mengalihkan jalur ekspornya, yang semula melalui Inggris, menjadi langsung ke UE. Akibatnya, jumlah ekspor ke Inggris bisa berkurang karena efisiensi tersebut.

Hal ini juga membuat para eksportir Indonesia yang mempergunakan Inggris sebagai penetrasi ke UE juga perlu mempertimbangkan lokasi kantor cabang/perwakilan. Tidak menutup kemungkinan juga para eksportir di Inggris harus membuka kantor baru di UE untuk menangani ekspor ke UE pasca Hard Brexit.

Baca Juga: Operator bursa efek London akuisisi Refinitiv senilai US$ 27 miliar

Dari sisi investasi pun, Shinta memandang keputusan Inggris ini bisa menciptakan uncertainty di pasar finansial Inggris. Nilai Inggris sebagai financial hub Eropa tentu akan terganggu karena belum ada gambaran yang jelas terhadap pengaturan akses pasar financial servies antara UE dan Inggris.

"Inggris juga harus bersiap-siap terhadap kemungkinan adanya kemunduran ekonomi yang bisa mereka alami dalam jangka pendek pasca Brexit diselesaikan. Bisa jadi ini juga memengaruhi investasi Inggris di luar negeri," kata Shinta.

Iklim investasi Inggris disebut Shinta bisa melambat, atau bahkan ada kemungkinan tertarik kembali ke Inggris. Ini disebabkan perusahaan-perusahaan Inggris akan lebih mementingkan keberlangsungan usaha di Inggris yang dianggap sebagai markas besar, dibanding di negara lain.

Baca Juga: Kurs Rupiah bisa Lebih Berotot, sebaliknya IHSG mungkin Melandai

Hal itu tentu juga akan memengaruhi investasi Inggris di Indonesia. Alur investasi Inggris di Indonesia juga bisa ikut melambat dan bahkan bisa defisit menjelang atau pasca Hard Brexit hingga ekonomi Inggris mulai stabil.

Namun, berbeda dengan Shina, Direktur Penelitian CORE Mohammad Faisal memandang keputusan Inggris ini sebagai peluang bagi perdagangan Indonesia.

Baca Juga: Proyeksi IHSG: Masih Diselimuti Sentimen The Fed dan Laporan Keuangan

"Jalan perdagangan Indonesia ke Inggris bisa menjadi lebih mudah. Karena bila Inggris lepas dari UE, Inggris juga lepas dari kesepakatan-kesepakatan dengan UE yang mengikat," tambahnya.

Faisal mengambil contoh tentang ekspor sawit yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Menurutnya, setelah Inggris lepas dari UE, Indonesia bisa melakukan deal dengan Inggris terkait ekspor ini, tidak perlu melakukan deal-deal yang lebih kompleks dengan UE.

Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Belum Ada Sentimen Positif dari Dalam Negeri

Untuk pengaruhnya terhadap internal Inggris, Faisal senada dengan Shinta. Ia memandang ini bisa menjadi batu sandungan bagi perekonomian Inggris. Pasca Brexit, perekonomian Inggris bisa tidak stabil dan bisa Inggris tidak bisa menanganinya, nanti akan menciptakan pengangguran dan memperlambat laju perekonomian.

"Kalau pertumbuhannya melambat, ya nanti bisa berdampak pada permintaan terhadap produk-produk impor. Nanti bisa saja permintaan ke Indonesia juga menurun," kata Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×