kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Ini Alasan Pemerintah Menunda Pemberlakuan Pajak Karbon


Jumat, 24 Juni 2022 / 19:57 WIB
Ini Alasan Pemerintah Menunda Pemberlakuan Pajak Karbon
ILUSTRASI. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah memutuskan menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 karena ekonomi nasional hadapi risiko global.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022. Ini lantaran perekonomian nasional tengah menghadapi risiko global yang membayangi pemulihan.

“Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 ini,” tutur Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/6).

Meski begitu, Febrio bilang, pajak karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batubara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi tersebut pada tahun 2022. Ini sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dia berharap, pajak karbon dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Saat ini, fokus utama pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

Dengan perkembangan tersebut, pemerintah memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri. termasuk memberikan subsidi dan berbagai bentuk perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari dampak kenaikan harga.

“APBN sebagai peredam guncangan menjadi instrumen sentral dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global,” kata Febrio.

Baca Juga: Ketidakpastian Global Tinggi, Pemerintah Kaji Ulang Penerapan Pajak Karbon

Adapun dalam prosesnya, Febrio mengatakan, pemerintah akan tetap berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan pajak karbon. Hal ini dilakukan bersama dengan seluruh kementerian/lembaga (K/L) terkait termasuk Kemenkeu.

Proses penyempurnaan peraturan pendukung tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi. Proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya, yang sistemnya akan didukung pajak karbon, masih membutuhkan waktu.

Selain itu, pemerintah juga tetap menjadikan penerapan pajak karbon pada tahun 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20.

“Termasuk bagian dari deliverables ini, pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, di antaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) yang di satu sisi memensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal) dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya,” imbuh Febrio.

Baca Juga: Penerapan Pajak Karbon 1 Juli 2022 Ditunda, Ini Kata Pengamat Pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×