Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test
JAKARTA. Tingkat inflasi pada September 2008 boleh dibilang prestasi pemerintah dan Bank Indonesia. Inflasi di bulan puasa dan hari raya ini diperkirakan akan lebih terkendali dari tahun-tahun sebelumnya.
Direktur Perencanaan Makro Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo memprediksi inflasi pada bulan September ada pada kisaran 0,6%-0,8% (m to m). Walaupun lebih tinggi dari inflasi Agustus 2008 sebesar 0,51%, namun lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar 0,8%.
"Menjelang Lebaran stabilitas ekonomi jangka pendek cukup bagus. Secara garis besar harga-harga relatif stabil, beberapa yang menjadi perhatian yaitu beras, harga CPO internasional turun sehingga transmisi untuk kenaikan dalam negeri tidak besar," kata Bambang di Jakarta, Senin (29/9).
Selain penurunan harga CPO, harga minyak mentah juga relatif terkendali sehingga menekan harga-harga di dalam negeri. Penurunan itu memberi dorongan bagi industri dalam negeri dan memberi sugesti bahwa tidak ada tekanan dari segi biaya. "Ada satu hal yang sedikit berpengaruh kepada inflasi adalah nilai tukar yang kemarin relatif melemah. Kalau di bobot semua maka relatif akan lebih baik sehingga bisa kita sampaikan bahwa inflasi bulan ini di bawah 1%," katanya.
Apalagi, penghitungan inflasi saat ini menggunakan survey biaya hidup (SBH) 2007, di mana ada perubahan bobot komponen makanan yang cukup besar. Sehingga, untuk bulan ini, dipastikan faktor makanan pokok terutama beras tidak menduduki faktor penyumbang inflasi yang dominan lagi, walaupun beberapa harga seperti daging mengalami kenaikan.
Selain kenaikan harga daging, faktor sekuel atau lanjutan dengan mepetnya waktu Lebaran di bulan September membuat tekanan harga lebih besar dibanding menjelang September tahun kemarin. Pada 2007 puncak kenaikan harga bulan puasa juga terdistribusi di bulan Oktober, sedangkan tahun ini pressure harga terkumpul di bulan September.
"Tetapi saya lihat tidak ada suatu hal yang urgent dengan adanya kebijakan pemerintah yang lebih baik, sehingga inflasi diperkirakan sekitar 0,6%-0,8%," katanya. Faktor pendidikan juga masih akan menjadi pendorong inflasi bulan ini walaupun lebih rendah dari bulan Juli dan Agustus.
Ekonom Danareksa Purbaya W Sadewa tidak sependapat dengan prediksi Bambang. Ia memperkirakan inflasi pada September 2008 ini di kisaran 0,76 % (m to m) dan 12,01 % (Y on Y). "Pendorong utamanya adalah makanan karena pengaruh musiman Lebaran. Selain itu, pendidikan juga memberikan sumbangan yang cukup signifikan," kata Purbaya di Jakarta, Senin (29/9).
Menurutnya, setiap tahun sektor pendidikan selalu memberi sumbangan yang tinggi di inflasi bulan Juli sampai September. Hal ini berkaitan dengan dimulainya tahun ajaran baru.
Ekonom Bank BNI Tony Prasetyantono memperkirakan inflasi pada bulan ini sekitar 0,7% sampai dengan 0,9%. "Sebenarnya di bulan Ramadan seperti sekarang potensi inflasi bisa lebih tinggi, namun karena daya beli masyarakat sedang menurun akibat inflasi tinggi dalam beberapa bulan terakhir, maka tidak semua potensi inflasi di bulan September "diladeni", sehingga inflasi agak tertahan," katanya.
Tony mencontohkan, kenaikan harga tiket pesawat ternyata tidak direspons oleh konsumen, sehingga tidak semuanya laku. Masyarakat yang mengalami penurunan daya beli terpaksa beralih dari angkutan udara ke moda angkutan darat untuk mudik Lebaran.
Untuk inflasi tahunan (yoy) Tony memperkirakan ada di kisaran 11,8%, atau tidak banyak berubah dari bulan sebelumnya yang di angka 11,85%. "Penyumbang inflasi masih seperti biasa, yaitu makanan, pakaian, dan transportasi. Tapi di bulan Oktober 2008, sesudah Lebaran, saya yakin inflasi bakal turun di bawah 0,5% karena siklus inflasi memasuki lembahnya, dan akan sama pada November 2008," katanya.-
Namun penurunan inflasi pada Oktober dan November tidak akan berlangsung di bulan Desember. Pada bulan paling bontot itu, Tony memperkirakan akan ada kemungkinan naiknya inflasi mendekati 1%, sehingga inflasi akhir tahun sekitar 11,5% sampai 12%.