Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G77 dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam rangkaian World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Dubai pekan lalu, Presiden Joko Widodo kembali menyuarakan mengenai komitmen dari negara maju untuk agenda iklim global.
Jokowi menekankan pentingnya kohesivitas dan inklusivitas dalam pemenuhan agenda global. Dimana Indonesia mendorong inventarisasi global atau global stocktake dapat merefleksikan kebutuhan pendanaan negara berkembang, serta komitmen negara dari negara maju yang belum terpenuhi.
“Struktur pendanaan loss and damage jangan berbentuk hutang yang membebani dan harus mudah diakses,” kata Jokowi dalam keterangan tertulis, Minggu (3/12).
Baca Juga: Turut Terlibat Pengendalian Perubahan Iklim, Swasta Lirik Rehabilitasi Mangrove
Selain itu, Indonesia juga menyoroti soal transparansi dan kepastian dalam target pendanaan baru. Dimana secara kolektif harus dilakukan dengan didukung sumber daya dan teknologi yang memadai.
“Melalui upaya kita bersama, G77 and China dapat menjadi motor penggerak agenda iklim dunia,” ujar Jokowi.
COP28 merupakan salah satu wadah untuk memperkuat implementasi dalam melakukan aksi nyata dalam penanganan perubahan iklim. Untuk itu, Presiden menyatakan dukungan Indonesia terhadap G77 dan RRT, serta turut mengajak semua pihak untuk melakukan aksi bersama.
Adapun yang harus dilakukan bersama selain kohesivitas dan inklusivitas dalam agenda mengatasi perubahan iklim global ialah penguatan kerja sama selatan-selatan dengan menghidupkan kembali semangat Bandung. Hal tersebut dikarenakan solidaritas kesetaraan dan kolaborasi sangat diperlukan dalam penanganan perubahan iklim global.
Baca Juga: Menteri Keuangan: Indonesia Butuh Rp 1,5 Kuadriliun untuk Transisi Energi Hingga 2030
“Melalui kerangka kerja sama Selatan-Selatan, Indonesia telah memberikan pelatihan penanganan iklim untuk kawasan Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin, Karibia, dan Pasifik,” lanjut Jokowi.
Selanjutnya ialah menjadikan negara berkembang sebagai bagian dari solusi. Jokowi menjelaskan bahwa keketuaan Indonesia pada konferensi internasional telah menghasilkan sejumlah aksi dan pandangan menghadapi perubahan iklim global.
“Keketuaan Indonesia di ASEAN telah wujudkan taksonomi ASEAN. Presidensi G20 Indonesia membentuk skema pembiayaan campuran dan platform negara. Bursa karbon Indonesia juga sudah beroperasi sejak September lalu,” sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News