kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Indonesia Property Watch nilai Tapera perlu pertimbangkan hal ini


Jumat, 05 Juni 2020 / 14:10 WIB
Indonesia Property Watch nilai Tapera perlu pertimbangkan hal ini
ILUSTRASI. Sejumlah buruh mengerjakan pembangunan perumahan bersubsidi di Leyangan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (15/4). Setelah membangun sekitar 70.000 unit rumah bersubsidi pada 2015, Asosiasi Pengembang perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apers


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai dengan keluarnya PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, pemerintah belum sepenuhnya mendengarkan kritik yang selama ini disampaikan para pengusaha atau pun dari pengamat.

"Hampir tidak ada perubahan dari awal terbentuknya Tapera. Bahkan, adanya lembaga baru ini dikhawatirkan akan menjadi beban baru setelah banyaknya lembaga pembiayaan perumahan lainya," jelas Ali dalam keterangan perd yang diterima Kontan co.id pada Jumat (5/6).

Baca Juga: Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia menolak Tapera

Ali Tranghanda menyebutkan ada beberapa hal yang sebenarnya masih perlu dipertimbangkan. Ia menerangkan Tapera berpotensi untuk menambah beban pengusaha disamping sudah banyaknya iuran, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lainnya.

Meskipun aturan iuran 2,5% untuk pekerja, dan 0,5% untuk pengusaha, namun pada kenyataannya diungkapkan Ali, banyak juga pekerja yang menolak sehingga beban keseluruhan menjadi beban pengusaha.

Dari sisi kelembagaan, Ali menyebut harusnya pemerintah bisa menggunakan lembaga yang sudah ada dengan sistem satu iuran untuk kemudian dibagi-bagi untuk iuran kesehatan, pendidikan, pensiun, dan perumahan, sehingga pengusaha pun tidak dibebani oleh beberapa iuran yang berbeda juga dalam hal administrasinya satu dengan yang lain.

Adapun, Tapera juga dinilai seharusnya lebih sebagai nirlaba dan tidak diperlukan manager investasi dalam pengelolaan dananya. Biaya yang dikeluarkan untuk manager investasi, biaya karyawan, biaya operasional dan lain-lain membuat beban biaya tinggi, yang akan membebani pemerintah atau nantinya lebih berorientasi komersial.

Baca Juga: Kementerian PUPR anggarkan Rp 70 miliar untuk bedah 4.000 rumah di Sulawesi Tengah

"Penunjukkan manager investasi sebagai pengelola dana Tapera selain biaya yang ada juga mempunyai risiko kerugian. Bila hasil kelola merugi maka berdasarkan UU Pasar Modal, manager investasi tidak bisa disalahkan karena kerugian investasi. Sangat ironis karena dana Tapera merupakan pertanggungjawaban terhadap uang rakyat," imbuhnya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×