Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan Indonesia dalam sengketa biodiesel dengan Uni Eropa (UE). Keputusan WTO itu diyakini membawa angin segar bagi industri kelapa sawit dalam negeri. Kemenangan ini juga berpeluang menggairahkan lagi produksi biodiesel di Indonesia.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan, kemenangan itu merupakan hasil akhir putusan panel badan penyelesaian sengketa (DSB) WTO pada pekan ini. WTO menyatakan, Indonesia tidak terbukti menerapkan dumping produksi biodiesel, seperti yang dituduhkan oleh Uni Eropa.
Enggartiasto pun berharap pasar ekspor biodiesel Indonesia kembali bergairah setelah putusan WTO ini. "Sebelumnya pasar ekspor kita sempat mengalami kelesuan akibat pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) atas biodiesel," ujar Mendag, Jumat (26/1).
Uni Eropa mengenakan Bea Masuk Inti Dumping (BMAD) atas biodiesel Indonesia sejak tahun 2013 sebesar 8,8% hingga 23,3%. Akibatnya, harga biodiesel Indonesia menjadi mahal dan tidak kompetitif di pasar Eropa. Sejak saat ini pula ekspor biodiesel Indonesia ke UE turun tajam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor biodiesel periode 2013–2016 ke UE turun 42,84% dari US$ 469 juta menjadi US$ 150 juta. "Nilai ekspor biodiesel ke UE paling rendah terjadi pada 2015 hanya sebesar US$ 68 juta," imbuh Mendag.
Tunggu mekanisme
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) berharap ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa kembali pulih setelah keputusan WTO ini. Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan, mengaku gembira dengan keputusan WTO yang memenangkan Indonesia.
Namun Paulus menyatakan belum bisa memproyeksikan besaran ekspor biodiesel ke Uni Eropa pada tahun ini. "Harapan kami, kita bisa kembali melakukan ekspor ke Eropa, karena sampai sekarang masih menunggu mekanismenya," ujar Paulus.
Sambil menunggu kepastian mekanisme ekspor ke Benua Biru, Paulus mengatakan, sampai saat ini produsen biodiesel nasional berfokus memenuhi kebutuhan biodiesel domestik. Selain itu, Indonesia juga sedang bernegosiasi dan menjajaki pasar biodiesel dengan China, Pakistan, dan India. Pasar sejumlah negara itu diyakini potensial.
Tahun ini, Aprobi memproyeksikan produksi biodiesel dalam negeri mencapai 3,5 juta kiloliter. Sebagai perbandingan, sampai November 2017, produksi biodiesel Indonesia mencapai 3,13 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, 2,35 juta kl untuk domestik dan 179.000 kl untuk ekspor.
Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung menilai Indonesia belum bisa berpuas diri atas kemenangan ini. "Harus dicermati supaya tidak ada upaya lain yang menghambat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News