Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih menarik bagi perusahaan-perusahaan global, terutama yang berupaya menata ulang rantai pasok mereka secara geografis. Ini terungkap dalam laporan Future of Trade: Resilience, yang dirilis Standard Chartered, Rabu (24/9).
Laporan ini bahkan menempatkan Indonesia dalam daftar enam besar negara yang dinilai paling menarik bagi perusahaan-perusahaan global yang berupaya untuk menata ulang rantai pasok mereka secara geografis dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Menurut temuan ini, lebih dari satu dari lima perusahaan tingkat global berencana untuk meningkatkan atau mempertahankan aktivitas perdagangan dan manufaktur dengan Indonesia. Ini menegaskan posisi Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Standard Chartered melakukan survei ini terhadap 1.200 petinggi perusahaan yang masuk kategori chief, seperti chief executive officer, chief financial officer, dan sebagainya, serta eksekutif senior dari 17 negara di seluruh dunia.
Baca Juga: IKEA Pacu Lokalisasi Rantai Pasok, Produk Made in Indonesia Ekspor ke Seluruh Dunia
Lantas, apa yang membuat Indonesia menarik? Para petinggi perusahaan tersebut menilai Indonesia didukung jumlah populasi muda yang besar, kelas menengah yang tumbuh, serta keterhubungan perdagangan yang kuat dengan kawasan ASEAN dan mitra utama lainnya.
Koridor perdagangan dengan Malaysia, Mainland China, Vietnam, dan Thailand juga akan semakin memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok di tingkat regional.
Artinya, pebisnis global masih melihat Indonesia sebagai mitra strategis dalam membangun rantai pasok. “Masuknya Indonesia dalam enam besar negara pilihan perusahaan global menegaskan pentingnya peran Indonesia dalam lanskap perdagangan internasional,” sebut Donny Donosepoetro OBE, CEO Standard Chartered Indonesia, dalam rilis, Rabu (24/9).
Survei juga menemukan, perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap optimistis, meski mengakui adanya sejumlah tantangan.
Baca Juga: BNI Beri Solusi Pelaku Usaha Pembiayaan Rantai Pasok lewat BNIdirect Supply Chain
Sebanyak 76% responden menilai konflik geopolitik sebagai faktor utama yang akan memengaruhi masa depan perdagangan. Sementara itu, sebanyak 54% responden juga melihat perubahan iklim dan tarif perdagangan sebagai faktor yang penting.
84% perusahaan Indonesia memperkirakan biaya barang akan meningkat antara 10% hingga 19% dalam jangka menengah. Untuk mengatasi tekanan tersebut, banyak perusahaan telah menyiapkan langkah dengan menata ulang rantai pasok, memperkuat strategi manajemen kas, serta mempercepat digitalisasi.
Laporan ini menegaskan, kendati ada ketidakpastian di perdagangan global, termasuk akibat penerapan tarif impor di Amerika Serikat (AS), prospek perdagangan global masih oke.
“Meski fragmentasi perdagangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan global dalam jangka pendek, meningkatnya kemakmuran di negara-negara berkembang dan pemanfaatan teknologi baru menjadikan prospek perdagangan global tetap menjanjikan,” kata Sunil Kaushal, Global Co-head, Corporate & Investment Banking and CEO ASEAN and South Asia Standard Chartered.
Baca Juga: Menembus Rantai Pasok Otomotif Lokal
Sekadar info, laporan Future of Trade memberikan gambaran ke depan tentang prioritas korporasi global dalam memperkuat ketahanan bisnis. Enam negara yang menjadi fokus dalam laporan Future of Trade: Resilience adalah India, Malaysia, China, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.
Negara-negara ini diproyeksikan akan memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan perdagangan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Selain itu, kawasan ASEAN dan Timur Tengah juga dinilai memiliki peranan penting dalam jaringan rantai pasok global.
Selanjutnya: IHSG Naik Tipis, Cermati Saham yang Banyak Diborong Asing, Rabu (23/9)
Menarik Dibaca: Hujan Lebat Turun di Provinsi Ini, Cek Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (25/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News