kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indonesia belum teken ratifikasi FCTC


Minggu, 07 November 2010 / 22:17 WIB
Indonesia belum teken ratifikasi FCTC
ILUSTRASI.


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemerintah Indonesia menyatakan belum berniat meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) mengenai pembatasan tembakau. Hal ini berkaitan dengan akan diselenggarakannya putaran keempat FCTC di Uruguay 15-20 November 2010. Padahal, Indonesia termasuk salah satu penggagas lahirnya kerangka konvensi tersebut melalui putaran rapat antar negara selama tahun 2000-2003.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2L) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan Indonesia belum akan meratifikasi. Salah satunya, pemerintah Indonesia lebih memfokuskan pada pelaksanaan UU no.36 tahun 2009 tentang Larangan Merokok.

Meski begitu, untuk rencana ke depan, pemerintah masih membicarakan segala kemungkinan. "Proses pembicaraan akan memakan waktu panjang dan melibatkan banyak pihak," tegasnya.

FCTC merupakan perjanjian global di bidang kesehatan masyarakat. Organisasi Perdagangan Dunia (WHO) dalam sidangnya di Jenewa pada Mei 2003 secara aklamasi telah menyetujui ketentuan ini. Hingga saat ini sudah 160 negara yang meratifikasinya.

Landasan penyusunan kesepakatan itu adalah Pasal 19 anggaran dasar WHO tentang wewenang untuk mengeluarkan kesepakatan yang mengikat (binding treaty) di antara para anggota yang ditujukan untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan rakyat.

Dalam putaran keempat FCTC, akan dibahas butir rekomendasi terbaru dari konvensi tersebut yaitu penggunaan bahan lain selain daun tembakau dalam produk tembakau yang diatur dalam artikel 9 dan 10.

Muhaimin Mufti, Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), mendukung keputusan pemerintah yang tidak meratifikasi FCTC. "Untungnya pemerintah belum meratifikasi," ujarnya.

Menurutnya, jika artikel 9 dan 10 itu direvisi menjadi lebih ketat maka industri rokok dunia khususnya Indonesia dengan produk rokok kretek akan sangat terpukul. Pasalnya, rencananya akan ada ketentuan produk rokok dilarang dicampur dengan bahan lain di luar tembakau.

Intinya dalam usulan itu akan mengarah pada pelarangan beberapa jenis produk tembakau yang memiliki aroma-aroma perangsang atau penyedap seperti mentol, cengkeh dan perasa (flavour) lainnya. Padahal, 93% produksi rokok dalam negeri berbentuk kretek."artinya rokok kretek maupun rokok putih menthol pun akan terkena dampaknya," tegasnya.

Selain Indonesia, masih ada India, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina yang hingga saat ini menolak revisi ketentuan tembakau oleh WHO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×