Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah harus memutar otak untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi yang semakin moderat tahun ini, untuk mengurangi imbas dari melemahnya pertumbuhan ekonomi global.
Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Indef M Rizal Taufikurahman mengatakan, pemerintah bisa mengandalkan investasi, ekspor dan juga impor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Investasi bisa didorong untuk menggenjot dan mengakselerasi percepatan pembentukan nilai tambah dan penyerapan jumlah tenaga kerja. Menurutnya konsumsi masyarakat juga tidak akan meningkat jika tidak ada penyerapan dari kenaikan upah akibat penyerapan jumlah tenaga kerja khususnya di industri manufaktur tidak optimal.
“Konsumsi jika tidak ada dorongan dari kenaikan upah akibat penyerapan jumlah tenaga kerja dari industri manufaktur, tidak akan optimal dan tercapai. Apalagi upah representasi dari kekuatan bantalan ekonomi di sektor pasar kerja,” tutur Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (5/1).
Adapun untuk ekspor dan impor, bisa mengandalkan lanjutan dari barang-barang yang telah di produksi untuk masuk ke global value chain, dengan harapan bisa memperkuat daya saing dan daya tarik barang maupun jasa di pasar global.
Baca Juga: Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurun, Kesejahteraan Masyarakat Tergerus
Selain itu, pemerintah bisa lebih mengutamakan ekspor barang setengah jadi dan jadi, sehingga bisa memberikan nilai tambah yang besar.
Rizal menambahkan, tahun ini sebaiknya pemerintah mengelola belanja negara dengan bijak. Pengeluaran negara sebaiknya dibelanjakan untuk mendorong sektor riil atau sektor industri manufaktur yang mampu menggenjot dorongan ekonomi berbasis kinerja industri manufaktur yang tertinggi.
“Artinya kebijakan pengeluaran fiskal yang langsung berdampak terhadap ekonomi. Tidak hanya kuantitas tetapi kualitas pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Meski begitu, Rizal meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh 4,8% year on year (YoY) atau turun dibandingkan target pemerintah yang sebesar 5,3%.
Alasannya karena pertumbuhan ekonomi tahun ini masih akan tertekan oleh inflasi yang tinggi di atas 6% serta nilai tukar rupiah yang terdepresiasi. Selain itu, konsumsi dan investasi juga akan terdistorasi oleh tahun politik dan tahun krisis global.
Dia berharap pemerintah bisa memanfaatkan momentum tahun ini sebagai tahun akselerasi pasar global untuk komoditas pangan dan energi. Caranya dengan mencari pasar dan tujuan perdagangan baru.
Mengingat tahun ini pemerintah fokus pada pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan dan Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya.
“Ditambah para investor juga akan meng hold dulu investasinya di tengah kondisi ketidakpastian pasar global dan tahun politik. Hal ini juga akan mempengaruhi konsentrasi dalam pembangunan dan kebijakan di tahun ini,” imbuh Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News