Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Institute for Development Economy and Finance (INDEF) menilai kinerja ekonomi Indonesia di paruh pertama tahun ini menurun. Tak hanya itu, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 juga dinilai belum bisa menjamin peningkatan kesejahteraan.
Ekonom Senior INDEF Didin S. Damanhuri mengungkapkan, penyusunan APBNP 2014 dilakukan lantaran melesetnya berbagai asumsi makro dan target anggaran pemerintah. Sayangnya, anggaran yang disusun justru minim stimulus fiskal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. "Alih-alih berupaya keras mengoptimalisasi peningkatan belanja modal, pemerintah justru dipusingkan dengan pembengkakan belanja subsidi," jelasnya Kamis (26/6).
Hingga akhir April 2014 realisasi belanja modal baru Rp 12,9 triliun atau 7% dari pagu APBN 2014 yang sebesar Rp 184,2 triliun. Sementara, realisasi belanja subsidi per akhir April 2014 sebesar Rp 79,5 triliun atau 27,1% dari pagu belanja subsidi di APBN 2014 yang sebesar Rp 333,7 triliun.
Dalam kajian INDEF disebutkan, selain masalah fiskal, pemerintah juga menghadapi berbagai permasalahan. Diantaranya tekanan dari sisi moneter yang ditandai dengan pelemahan rupiah dan potensi tekanan inflasi karena kenaikan tarif listrik dan adanya kenaikan inflasi musiman saat puasa dan lebaran.
Di sisi industri, program hilirisasi yang belum tuntas membuat Indonesia sulit terlepas dari ketergantungan impor, terutama impor bahan baku dan bahan penolong.
Adapun di bidang energi, INDEF juga menilai pemerintah belum mampu melakukan diversifikasi energi sehingga ketergantungan impor minyak masih tinggi yang membuat neraca perdagangan defisit.
Menurut Didin, bila dibiarkan berlarut-larut, berbagai masalah yang dihadapi pemerintah ini bisa mengancam kesejahteraan masyarakat.
Pengamat Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika bilang, untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, dalam jangka pendek pemerintah harus segera mengeksekusi kebijakan yang sudah direncanakan. Ia mencontohkan, kebijakan ekspor mineral mentah yang telah direncanakan, perlu segera direalisasikan.
Sebab, bila kebijakan ekspor mineral mentah bisa diselesaikan dengan cepat, dampaknya lumayan besar bagi keseimbangan neraca perdagangan.
Erani meminta pemerintahan SBY menggunakan sisa waktunya dengan efektif. "Pemerintah harus bekerja lebih efektif, waktu yang tersisa tinggal beberapa bulan lagi," tutur Erani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News