Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah gencar membendung masuknya produk impor. Setelah mengeluarkan peraturan tentang pengetatan importasi ban dan pakaian bekas, kali ini pemerintah mengeluarkan beleid tentang impor produk tekstil dan produk tekstil (TPT) batik dan motif batik.
Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) No. 53/M-DAG/PER/7/2015. Adanya aturan ini menjadikan pengusaha tak bisa lagi mengimpor batik dan motif baik secara bebas.
Komoditas yang diatur di dalam Permendag adalah kain lembaran dan pakaian jadi batik dan bermotif batik dengan batasan paling sedikit dua warna. Setiap perusahaan yang akan melakukan impor TPT batik dan motif batik harus memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) TPT batik dan motif batik.
Untuk mendapatkan penetapan sebagai IT TPT batik dan motif batik, perusahan mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag. Syarat mendapatkan IT TPT batik dan motif batik diantaranya adalah Izin Usaha Industri atau izin sejenis, Angka Pengenal Importir (API), Nomor Identitas Kepabeanan (NIK), dan NPWP.
Untuk memperoleh Persetujuan Impor (PI), IT TPT batik dan motif batik harus memperoleh rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM. Rekomendasi paling sedikit memuat keterangan mengenai Pos Tarif atau HS, jenis, volume TPT batik dan TPT motif batik, pelabuhan tujuan impor, dan masa berlaku.
Selain itu TPT batik dan TPT motif batik yang diimpor oleh IT TPT batik dan motif batik wajib dilengkapi dengan informasi pada produk atau atau kemasan dalam Bahasa Indonesia.
Pemerintah juga membatasi pelabuhan tujuan TPT batik dan TPT motif batik di dalam negeri, yaitu Pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno-Hatta di Makassar. Sedangkan Pelabuhan udara hanya di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menegaskan impor produk batik harus diperketat. Pasalnya, impor produk batik dalam beberapa tahun terakhir ini melonjak tinggi. Hal tersebut mengakibatkan pengrajin dalam negeri menjadi terganggu.
Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemdag), impor TPT batik dan motif batik dari tahun 2012 hingga 2014 terjadi peningkatan sebesar 17,9% atau sebesar US$ 13,25 juta. Impor TPT batik dan motif batik tahun 2012 nilainya US$ 73,9 juta dan pada tahun 2013 naik menjadi US$ 80,86 juta. Tahun 2014, nilai impor TPT batik dan motif batik kembali meningkat menjadi US$ 87,14 juta.
Sementara pada Januari-April 2015, nilai impor TPT batik dan motif batik menjadi US$ 34,92 juta. Jumlah ini juga naik pesat dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya US$ 28,13 juta.
Wakil Ketua Yayasan Batik Indonesia Sri Murniati Widodo AS mengatakan, pihaknya mendukung langkah pemerintah tersebut. "Kami sangat senang bahwa ini sangat membantu para pengrajin, para ukm, ini menjadi salah satu yang bisa memajukan para pengrajin dari dalam negeri," kata Widodo.
Dalam waktu dekat, Kemdag juga akan mengeluarkan beberapa peraturan baru terkait dengan pengetatan beberapa produk impor berbasis TPT diantaranya adalah kain tenun, songket, dan endeng. Soalnya, sebagian besar produn ini merupakan hasil karya pengusaha kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News