Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembalian atau restitusi pajak kepada wajib pajak (WP) sepanjang tahun 2020 membludak. Hal ini seiring dengan pelemahan ekonomi dalam negeri karena dampak pandemi virus corona.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengindikasi bahwa restitusi pajak mulai melonjak pada September yakni sebesar 13,4% year on year (yoy), Oktober tumbuh 16,3% yoy, dan November naik lagi sebesar 19,2% yoy.
Sri Mulyani bilang, pertumbuhan restitusi pajak menyebabkan pertumbuhan penerimaan pajak secara neto tertekan. Kendati begitu, Menkeu menegaskan pemerintah melalui kebijakan fiskal itu harus tetap memberikan restitusi yang dipecepat demi membatu wajib pajak untuk bertahan di tengah pandemi.
Direktur Potensi Penerimaan dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ihsan Priyawibawa menyampaikan sepanjang tahun 2020 realisasi restitusi pajak sebesar Rp 171,9 triliun. Angka tersebut tumbuh 19% yoy dibandingkan jumlah restitusi pada akhir 2019 sebesar Rp 139,3 triliun.
Secara rinci, Ihsan membeberkan nominal pengembalian pajak kepada wajib pajak tersebut terbagi menjadi tiga jenis. Pertama, realisasi restitusi dipercepat sebesar Rp 43,4 triliun, tumbuh 37,1% yoy.
Baca Juga: Ekonomi lesu dan upaya optimalisasi terganjal bikin penerimaan pajak 2020 shortfall
Kedua restitusi sebagai konsekuensi upaya hukum senilai Rp 26,7 triliun, tumbuh 10,9% yoy. Ketiga, restitusi normal sejumlah Rp 101,8 triliun, tumbuh 15,7% secara tahunan.
“Sepanjang tahun 2020, pertumbuhan tertinggi adalah atas restitusi dipercepat yang tumbuh hingga 37,11% seiring dengan meningkatnya pemanfaatan insentif fiskal,” kata Ihsan kepada Kontan.co.id, Sabtu (9/1).
Maklum sepanjang tahun lalu pemerintah memberikan insentif restitusi PPN dipercepat dengan alokasi anggaran sebesar Rp 7,55 triliun. Kebijakan tersebut masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020.
Adapun dalam program PEN 2021, pemerintah memberikan insentif perpajakan dengan pagu sebesar Rp 20,26 triliun. Dalam hal ini, otoritas pajak mengalokasikan dana tersebut untuk insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan pajak penghasilan (PPh) 22 Impor, serta melanjutkan restitusi PPN yang dipercepat.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan insentif percepatan restitusi PPN, memang masih dibutuhkan oleh dunia usaha di tahun ini. Maklum, situasi ekonomi masih dalam tahap pemulihan. Sehingga dengan insentif tersebut, kas korporasi bisa sedikit membaik.
Dari sisi WP, Fajry menilai insentif tersebut berguna sebab, pada praktiknya benar-benar berlangsung cepat dibandingkan restitusi normal. Karenya, otoritas pajak hanya melakukan penelitian saat WP mengajukan. Namun tetap ada pemeriksaan yang dilakukan belakangan.
Akan tetapi, Fajry mengimbau WP agar tetap perlu berhati-hati dan tetap menggunakan basis data yang valid saat mengajukan restitusi dipercepat. Sebab, ada risiko jika bukti pemeriksaan menunjukan ketidak cocokan data saat terkait restitusi.
Baca Juga: Penerimaan pajak tekor Rp 128,8 triliun di tahun 2020, ini penjelasan Sri Mulyani
Meski berguna untuk wajib pajak, tapi restitusi PPN dipercepat tidak dipungkiri berdampak terhadap penerimaan negara. “Untuk sekarang memang ada risiko bagi penerimaan pajak,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Sabtu (9/1).
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berharap untuk memperbaiki cashflow dunia usaha, percepatan restitusi PPN pertu diiringi dengan pemberian diskon angsuran sebesar 50% untuk PPh Pasal 25 seperti tahun lalu.
Selanjutnya: Restitusi pajak melonjak hingga Rp 166,6 triliun hingga November
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News