Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Ideas mencatat dalam satu dekade terakhir stok utang pemerintah membengkak dari Rp 1.586 triliun pada Juli 2009 menjadi Rp 4.604 triliun pada Juli 2019. Artinya pertumbuhan utang dalam sepuluh tahun terakhir hampir tiga kali lipat.
Yusuf bilang melonjaknya stok utang pemerintah berakar dari rendahnya kinerja penerimaan perpajakan. Dengan tax ratio yang rendah, hanya di kisaran 10% dari PDB, mengindikasikan besarnya potensi pajak yang hilang, sekitar 2%-5% dari PDB per tahun.
Di samping itu, Yusuf menilai besarnya belanja pemerintah terikat yang berada di kisaran 11% dari PDB mengindikasikan inefisiensi sektor publik yang masif.
Baca Juga: KEIN: Neraca dagang Indonesia terbeban defisit non-migas dengan China
“Seluruh penerimaan perpajakan setiap tahunnya habis hanya untuk membiayai belanja terikat yaitu belanja pegawai, barang, bunga utang, dan transfer ke daerah,” kata Yusuf.
Menurutnya selain menghemat belanja dengan ketidakmampuan menekan non discretionary expenditure yang signifikan, rendahnya penerimaan pajak telah membatasi belanja ekonomi-sosial yang penting dan mendorong ketergantungan pada utang yang semakin besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News