kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

ICW: Ada dugaan "mark up" alat kesehatan di Banten


Kamis, 14 November 2013 / 17:51 WIB
ICW: Ada dugaan
Sejumlah sapi yang akan dikirim ke pulau Kalimantan berada di atas kapal di Pelabuhan Wani di Desa Wani, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Minggu (12/6/2022). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/YU


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan adanya dugaan penggelembungan harga (mark up) belanja alat kesehatan di Provinsi Banten hingga senilai Rp 16 miliar.

Tak hanya itu, laporan BPK juga menyebutkan, alat-alat kesehatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang nilainya mencapai Rp 30 miliar. Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di kantornya, Jakarta, Kamis (14/11/2013).

"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditengarai banyak terjadi penyimpangan dan korupsi alat kesehatan di Banten," katanya.

Ia mengatakan, mark up dihitung dari selisih dari Harga Perkiraan Sementara (HPS) yang seharusnya senilai Rp 106,9 miliar dengan HPS yang digelembungkan nilainya menjadi Rp 123 miliar. Adapun pemeriksaan tersebut dilakukan BPK terhadap 13 dari 15 paket kesehatan yang ditenderkan. Paket kesehatan tersebut mencakup pengadaan alat kedokteran radio hingga bedah saraf, umum, urologi, dan NICU.

"Alat-alat kesehatan yang ditender Dinkes (Dinas Kesehatan) Banten itu digunakan untuk rumah sakit rujukan dan laboratorium daerah di Banten," ujarnya.

Firdaus menuturkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ditemukan tiga indikasi alat kesehatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan. Ketiga indikasi tersebut masing-masing adalah alat kesehatan yang tidak lengkap dengan total nilai sebesar Rp 5,7 miliar, alat kesehatan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak senilai Rp 6,3 miliar, serta alat kesehatan yang tidak ada saat pemeriksaan fisik senilai Rp 18,5 miliar.

Firdaus juga menyebutkan, setidaknya ada tujuh perusahaan rekanan yang memenangi tender proyek pengadaan alat kesehatan tersebut. Ketujuh perusahaan tersebut adalah PT Adca Mandiri, PT Buana Wardana Utama, CV Bina Sadaya, PT Mikkindo Adiguna Pratama, PT Marbago Duta Persada, PT Waliman Nugraha Jaya, dan CV Radefa.

"Perusahaan-perusahaan itu juga diduga merupakan perusahaan yang langsung dimiliki oleh Wawan (adik Atut) atau perusahaan yang berafiliasi dengan keluarga Atut," jelasnya. (Rahmat Fiansyah/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×