Sumber: TribunNews.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
YOGYA. Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X membenarkan jika ia telah menerima honor Raja dari Danais senilai Rp 3,8 juta perbulan. Meski demikian, Sri Sultan yang juga menjabat sebagai Gubernur DIY ini belum berniat memanfaatkan honornya itu.
Sebab, Sultan ternyata belum menerima jawaban resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait boleh atau tidaknya ia menerima honor itu agar tidak dianggap gratifikasi.
"Belum ada jawaban dari KPK," tandas HB X, usai meresmikan peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Bangsal Kepatihan, Kamis (2/1/2014).
Pernyataan Sultan itu berbeda dengan keterangan Wakil Penghageng II Parentah Ageng KRT Yuda Hadiningrat yang mengatakan Sultan telah mendapatkan izin dari KPK untuk menerima honor itu.
"Karena belum ada jawaban, ya sudah tak simpen. Kalau ternyata tidak boleh, ya nanti dikembalikan," ucap Ngarso Dalem.
Oleh karenanya, honor Raja selama dua bulan terakhir yang diterimanya, senilai total Rp 7,6 juta dipotong pajak 15 persen, tidak akan dimanfaatkan dulu untuk sementara. Seperti diketahui, HB X beserta istrinya, GKR Hemas telah menerima honor dari Dana Keistimewaan (Danais) DIY itu sejak Minggu (29/12) lalu.
Honor tersebut diantarkan langsung oleh menantunya yang juga didaulat sebagai penanggungjawab distribusi honor abdi dalem, KPH Wironegoro ke kediaman Sultan di Keraton Kilen.
Menurut keterangan Wakil Penghageng II Parentah Ageng KRT Yuda Hadiningrat, Sultan dan istrinya juga telah membubuhkan tanda tangan resmi sebagai tanda penerimaan honor. HB X mendapatkan honor Rp 7,6 juta (dipotong pajak 15 persen) untuk bulan November dan Desember 2013, sedangkan GKR Hemas mendapatkan Rp 6,8 juta (dipotong pajak 15 persen).
Pakar ilmu pemerintahan UMY Tunjung Sulaksono pernah menyatakan, pemberian honor bagi Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui Danais sebenarnya boleh saja. Asalkan format dana itu bukanlah gaji melainkan honorarium. Disebut gaji jika orang yang dimaksud menerima pendapatan tetap setiap bulan dengan sejumlah ketugasan tertentu sesuai jabatannya. Sedangkan honorarium merupakan pendapatan tambahan karena menjalankan pekerjaan tambahan seperti yang dilakoni HB X saat ini. Dimana, ia bertugas sebagai Kepala Daerah (Gubernur) sekaligus bertugas sebagai pemangku adat Keraton Kasultanan Yogyakarta.
"Artinya ada dua pekerjaan dan tanggungjawab yang berbeda, sehingga sudah sewajarnya ia mendapatkan dua pendapatan," ucap Tunjung kepada Tribun Jogja beberapa waktu lalu.
Namun karena gaji maupun honorarium yang diterima Gubernur tersebut sama-sama bersumber dari uang negara, maka sudah selayaknya tetap mengedepankan transparansi penggunaan dana dan akuntabilitas. "Tidak asal menerima gaji buta," tandasnya.
Di samping itu, Tunjung berharap Pemda DIY bisa menerapkan porsi yang seimbang antara anggaran honorarium Sultan dan abdi dalem, dengan anggaran untuk program-program kegiatan keistimewaan yang riil. Jangan sampai porsi untuk pemberian honor para pelaku kebudayaan itu lebih besar dari pada alokasi untuk program kegiatan.
Diketahui, total alokasi Danais untuk honor abdi dalem serta Raja di Keraton Kasultanan Yogyakarta maupun Pura Pakualaman mencapai Rp 2,3 miliar. Namun, nominal itu terhitung kecil jika dibandingkan total alokasi Danais 2013 yang mencapai Rp 231 miliar. (Ekasanti Anugraheni)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News