Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan terus menggeber insentif buat UKM dengan menerbitkan beleid berupa PMK Nomor 71 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Ajib Hamdani, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi mengatakan, hal tersebut merupakan sebuah langkah yang perlu diapresiasi yang merupakan regulasi nyata dari pemerintah. Ia mengatakan seperti hal ini yang dibutuhkan dunia usaha, terutama sektor UMKM agar segera bangkit kembali menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Menko Airlangga: Transformasi digital percepat pengembangan UMKM Indonesia
“Untuk selanjutnya, perlu kita kawal dan kita evaluasi bersama, apakah PMK akan bisa tepat sasaran sesuai dengan konsideran program pemulihan ekonomi nasional, yaitu penyelamatan ekonomi yang terkontraksi sebagai dampak pandemi,” ujar Ajib dalam keterangan resminya, Selasa (30/6).
Seperti yang di ketahui, UMKM adalah penopang 60,34% dari PDB dimana akan menjadi sektor yang strategis untuk ditopang. Tapi, di sisi lain, sektor UMKM juga mempunyai problem yang cukup kompleks diantaranya literasi keuangan yang cenderung masih rendah. Indikator kompleksitas lainnya adalah, sekitar 40% dari 2,7 juta nelayan yang ada, adalah penduduk miskin.
Paradoks lainnya adalah, sebagai negeri yang mempunyai comparative advantages di sektor pertanian, tapi sekitar 76% petani tidak bankable. Bahkan sektor pertanian yang menyumbang 12,8% PDB ini pertumbuhan pada kuartet I 2020 hanya 0% ketika pertumbuhan agregat ekonomi sebesar 2,97%.
Ajib mengatakan, di situasi saat ini, ruang debat yang difokuskan bukan tentang definisi UKM ini saja karena dalam PMK Nomor 71 tahun 2020 ini tidak memuat UU tentang UKM sebagai konsiderannya, sehingga kebijakan ini atas semua sektor usaha.
Baca Juga: Supaya naik kelas, Menkop sebut UMKM bisa gabung Dapur Bersama
Baik sektor UKM, maupun sektor usaha besar yang perlu diperhatikan adalah berapa proporsi UKM dan berapa proporsi perusahaan besar itu menjadi domain kebijakan lain lagi.
“Tapi, sektor UKM hanya bisa bertumbuh kalau diberikan ruang kebijakan khusus, bukan ruang kompetisi terbuka dengan sektor usaha besar. Literasi keuangan, akses informasi, akses kebijakan, akses jaringan dll adalah perbandingan yang tidak apple to apple,” Jelasnya.
Adanya Program Penjaminan Kredit yang dilakukan pemerintah ini tepat sasaran, program tersebut dinilai dapat menjadi daya ungkit ekonomi dan bisa mendorong UKM sebagai penopang bergeraknya ekonomi. Ajib bilang, apabila program ini tepat sasaran, ekonomi akan kembali tumbuh, tetapi ketika hal sebaliknya yang terjadi, program ini akan semakin memperlebar gini ratio yang ada.
Baca Juga: BRI akan dapat jatah penempatan uang negara terbanyak
“Sebuah ironi, ketika penjaminan kredit dilakukan oleh pemerintah, yang nantinya akan dibayar melalui pajak masyarakat, justru menjadi pisau bermata dua,” Tuturnya.
Ia berharap, pemerintah bisa melibatkan semua infrastruktur untuk sama-sama memonitor kebijakan agar tepat sasaran, diantaranya menggandeng asosiasi-asosiasi pengusaha dan Badan Pusat Statistik (BPS), untuk secara nyata mendapat data dari pelaku usaha di lapangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News