Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencarian pilot pesawat Susi Air, Philips Mark Methrtens (37) yang dilakukan TNI-Polri masih nihil hingga hari keenam, Minggu (12/2/2023).
Philips yang merupakan warga negara Selandia Baru itu bersama lima penumpang lainnya hilang kontak sesaat setelah mereka mendarat di Bandara Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa (7/2/2023).
Pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY itu diduga dibakar oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sesaat mendarat.
Pilot dan lima penumpang, kata Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, melarikan diri ke arah berbeda. Lima penumpang merupakan orang asli Papua (OAP). Kelimanya telah dievakuasi dan kembali ke rumah masing-masing.
Sementara itu, Philips belum ditemukan hingga saat ini. Penyerangan itu rupanya ada kaitannya dengan KKB yang mencurigai 15 pekerja bangunan puskemas di Paro, pada awal Januari 2023. KKB menduga, sebagian pekerja tersebut merupakan anggota TNI atau Badan Intelijen Negara (BIN).
"Sehingga mereka melakukan pemeriksaan terhadap warga yang membangun puskesmas. Namun, setelah dibangun memang ada lima orang yang tidak ada identitasnya, tidak ada id card," kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Mathius D Fakhuri usai Rapim TNI-Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Setelah mendapatkan informasi itu, Mathius memerintahkan jajarannya untuk mengevakuasi ke-15 pekerja itu. Kapolres Nduga langsung melakukan koordinasi dengan Bupati Kenyam untuk mengeluarkan ke-15 pekerja itu dari Distrik Paro.
Baca Juga: Pesawat Susi Air Dibakar di Nduga Papua, Seluruh Penumpang Sudah Dievakuasi
"Karena kami tidak mau ada pembantaian. Lanjutan dari prakejadian, tanggal 4, 5, dan 6 (Januari 2023), kita sudah susun rencana rapat di Timika, apabila nanti pesawat masuk (Bandara Paro), kita akan bawa keluar para pekerja ini," ujar Mathius.
Mathius menyebutkan, ke-15 pekerja itu tidak pernah disandera oleh KKB. Hingga pada akhirnya datang pesawat yang dipiloti Philips tiba di Bandara Paro pada Selasa (7/2/2023).
Namun, KKB kemudian membakar pesawat itu. Pilot dan lima penumpang melarikan diri ke arah berbeda. Sementara itu, ke-15 pekerja itu telah dievakuasi ke Timika.
Tidak ada penyanderaan
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono membantah adanya penyanderaan dalam insiden terkait 15 pekerja bangunan tersebut. Yudo menyebutkan, pilot dan penumpang menyelamatkan diri.
"Enggak ada penyanderaan, dia (mereka) kan ini menyelamatkan diri," ujar Yudo Margono di sela-sela Rapim TNI-Polri di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Yudo Margono juga membantah adanya penyanderaan dari KKB. "Dari mana itu infonya? Saya malah enggak dapat infonya. Saya belum ada informasi kalau yang dibawa itu," kata Yudo.
Mengenai pilot Susi Air, ia belum bisa memastikan apakah Philips saat ini disandera KKB atau tidak. Sebab, kata dia, jajarannya tidak menemukan saksi yang ditanya soal hilangnya kontak Philips dan lima penumpang pesawat sesaat usai mendarat di Bandara Paro.
"Dibawa KKB atau enggak itu masih belum bisa dipastikan, karena dari awal kan kami enggak ada saksinya di situ," ujar Yudo usai Rapim TNI di Museum Satria Mandala, Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Baca Juga: New Zealand Pilot Taken Hostage in Indonesia - Papuan Rebel Group
"Saat dibakar kemudian dia larinya ke mana atau dibawa ini sampai sekarang masih belum ada info. Makanya saya belum bisa menentukan itu ditahan atau tidak oleh KKB," kata Yudo. Namun, kata Yudo, pilot Philips telah diketahui keberadaannya.
Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memahami alasan Panglima TNI tidak menggunakan kata "sandera". Kata "sandera", menurut Khairul Fahmi, akan membuat KKB di atas angin.
"Tentu saja ini bukan sekadar agar KKB tidak terkesan di atas angin, tapi juga soal ketepatan tindakan," ujar Khairul Fahmi saat dihubungi, Minggu (12/2/2023) malam.
Status pilot Philips saat ini hilang, dan yang dilakukan TNI-Polri adalah mencari. "Panglima TNI menurut saya sudah berhati-hati dengan menyebutkan upaya pencarian, bukan pembebasan sandera," kata Khairul Fahmi.
Pasukan pencarian ditambah
TNI Angkatan Darat (AD) menambah pasukan untuk operasi pencarian pilot Philips. Hal itu disampaikan Kepala Staf AD (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman usai Rapim TNI AD, Jumat (10/2/2023).
Dudung menyatakan bahwa ia bertolak ke Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, untuk melihat pemberangkatan pasukan.
"Saya akan ke Halim, saya akan melihat pasukan yang akan diberangkatkan ke Papua, saya akan memberikan moril kepada mereka," kata Dudung kepada awak media di Markas Besar AD, Jakarta.
Namun demikian, Dudung merahasiakan satuan mana yang akan diberangkatkan, termasuk jumlah personel. Saat ditanya soal tujuan penambahan pasukan guna mencari keberadaan Philips dan menebalkan pengamanan di Paro dari KKB, Dudung membenarkannya. "Kira-kira begitulah. Dua-duanya, target itu harus tercapai," ujar Dudung.
Menurut Dudung, sejumlah masyarakat di sana masih terintimidasi dengan keberadaan KKB. Hal itu terbukti karena pada Jumat (11/2/2023), aparat gabungan TNI-Polri mengevakuasi 33 warga Paro ke Distrik Kenyam karena aksi teror dan provokatif oleh KKB, sebagaimana yang disampaikan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Herman Taryaman dalam keterangannya kepada Kompas.com.
"Warga berhasil dievakuasi setelah berjalan melintasi hutan dari kampungnya di Paro, kemudian berjalan menuju Quary Bawah dan selanjutnya dijemput menggunakan dua truk dan tiga kendaraan lainnya," kata Herman dalam keterangannya, Sabtu (11/2/2023) dini hari.
TNI-Polri pakai dua cara
Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Saleh Mustafa mengatakan, saat ini ada dua tahapan yang dilakukan TNI-Polri dalam operasi pencarian terhadap Philips.
Pertama, kata Saleh, dengan mengutamakan dialog. Mereka mendekati tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat buat mencari tahu keberadaan Philips. "Langkah ini akan terus dievaluasi, sejauh mana keberhasilan dari dialog yang dilakukan," kata Saleh dalam program Kompas Petang di Kompas TV, seperti dikutip pada Minggu (12/2/2023).
Baca Juga: Pesawat Susi Air Hilang Kontak di Nduga Papua Selasa (1/2) Diduga Disendera KKB
Cara kedua, kata Saleh, adalah dengan menggunakan pendekatan penegakan hukum. "Kedua, hard approve. Hard approve ini mencari dan melakukan penegakan hukum. Kalau dalam militer, operasi pembebasan," ujar Saleh.
Pendekatan dengan meminta bantuan kepada tokoh masyarakat dan pemuka agama setempat sampai saat ini masih diutamakan. Anggota Komisi I DPR Mayjen (Purn) TNI TB Hasanuddin meminta TNI tak bertindak gegabah dalam upaya penyelamatan Philips.
TB Hasanuddin mengingatkan, saat ini yang sepenuhnya berwenang untuk mencari pilot tersebut adalah kepolisian. TNI, kata dia, hanya bisa menunggu perintah dari Polri jika dibutuhkan untuk membantu mereka.
"Sekarang kalau soal ini, ya tanyakan ke Kapolri lah itu gimana itu pilot itu. Kan tanggung jawabnya dia," kata Hasanuddin saat dihubungi, Jumat (10/2/2023).
Menurut TB Hasanuddin, aturan menjamin keamanan di Papua berada di tangan kepolisian. Namun, menurut dia, butuh penguatan dari personel TNI.
Hanya saja, ia mengatakan, hingga kini tidak ada peraturan yang menjadi payung hukum TNI untuk bisa melakukan operasi di Papua. Ia lantas mengusulkan dibuatkan peraturan presiden (perpres) agar TNI bisa segera bertindak di Papua.
"Dengan Perpresnya begini, nanti bisa dilihat, oh ya kita operasi teritorial. Dengan Perpres begini, oke kita hanya operasi intelijen, atau dengan Perpresnya seperti apa di dalamnya kita nanti akan melakukan operasi tempur misalnya," kata TB Hasanuddin.
Namun, selama belum ada Perpres, Hasanuddin mengingatkan agar TNI tidak sembarangan melakukan operasi. Sebab, menurut dia, keterlibatan TNI tanpa adanya payung hukum berupa Perpres malah memicu masalah baru.
"Harus ada, jangan sampai suatu saat seolah-olah prajurit TNI melakukan operasi tanpa perintah," ujar TB Hasanuddin. "Begitu. Nanti lagi-lagi dikejar soal HAM, hak asasi manusia," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Operasi Pencarian Pilot Susi Air yang Masih Nihil hingga Hari Ke-6"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News