kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hingga Agustus, revisi Perpres DNI tak kunjung terbit


Jumat, 30 Agustus 2019 / 12:47 WIB
Hingga Agustus, revisi Perpres DNI tak kunjung terbit
ILUSTRASI. Susiwijono


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Agustus 2019, pemerintah tak kunjung menerbitkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang daftar negatif investasi (DNI). Padahal, menurut Sekretaris Kementerian Koordinator (Sesmenko) Ekonomi Susiwijono Moegiarso, revisi aturan tersebut sudah berada di Sekretariat Kabinet (Setkab).

"Secara substansi sudah fix. Posisinya di Setkab. Tidak ada proses pembahasan lagi. Sudah selesai.  Semua sesuai dengan arahan presiden. Tinggal menunggu tanda tangan presiden, sektornya juga masih sama seperti pembahasan terakhir," ujar Susiwijono kepada Kontan.co.id, Kamis (29/1).

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan perubahan DNI yang lebih terbuka seharusnya menjadi prioritas pemerintah saat ini. Apalagi melihat dampak perang dagang yang membuat pabrikan dari China berpindah ke negara lain.

"Ini seharusnya menjadi peluang Indonesia untuk menarik investasi asing ke Indonesia. Sayangnya, dengan DNI yang ada sekarang, Indonesia kurang dilirik bahkan tidak dipertimbangkan sebagai alternatif tempat relokasi production base dari China," tutur Shinta.

Baca Juga: Bappenas: Pembatasan investasi langsung asing hambat laju pertumbuhan ekonomi

Shinta menambahkan,  perang dagang menjadi salah satu momentum yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah. Pasalnya, ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, menciptakan lapangan kerja sekaligus menarik investasi modal, transfer of skills dan teknologi untuk meningkatkan performa ekspor nasional. 

"Semoga hal-hal tersebut menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera merevisi DNI," kata Shinta.
 
Shinta mengakui, masih ada pelaku usaha nasional yang belum siap bila sektor tersebut dibuka untuk asing. Tetapi, bila DNI tak dibuka, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan stagnan ke depan. Hal ini dikarenakan modal di dalam negeri terbatas untuk mengembangkan semua sektor di Indonesia, padahal tekanan pasar global semakin meningkat khususnya dalam hal ekspor  dan investasi.

Shinta menilai, bila berbagai hal tidak diupayakan, khususnya dalam mendorong pertumbuhan industri berorientasi ekspor, ekonomi Indonesia akan semakin tertekan. Sementara, Indonesia pun belum tentu memiliki modal teknologi dan knowledge yang cukup untuk mengembangkan industri di dalam negeri secara efisien dan kompetitif.

Baca Juga: Perpres DNI masih tunggu tanda tangan Presiden

Meski begitu, Shinta berpendapat, revisi DNI harus dikonsultasikan langsung dengan pelaku usaha di dalam negeri yang berhubungan dengan DNI yang akan direvisi tersebut. 
Menurutnya, rancangan revisi DNI tersebut masih banyak yang sektor usahanya direlaksasi tanpa melibatkan stakeholders. Menurut Shinta, inilah yang menjadi penyebab banyak pelaku usaha yang melakukan protes.

"Ini harus dibenahi dulu supaya relaksasi DNI benar-benar  membawa manfaat yang diinginkan dan tidak mengorbankan industri nasional yang sedang tumbuh. Kecuali kalau memang ada masalah lack of investment atau lack of competitiveness di industri tersebut karena adanya restriksi DNI ," tandas Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×