kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga Pangan dan Energi Naik, Arus Kas Keluar Rumah Tangga Berpotensi Naik 0,4% PDB


Rabu, 08 Juni 2022 / 13:44 WIB
Harga Pangan dan Energi Naik, Arus Kas Keluar Rumah Tangga Berpotensi Naik 0,4% PDB
ILUSTRASI. KENAIKAN HARGA KOMODITAS. Warga membeli kebutuhan pokok di PD Pasar Djaya, Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan harga komoditas dunia turut memberikan dampak kepada kondisi perekonomian Indonesia. Sayangnya, bagi kondisi rumah tangga, peningkatan harga komoditas ini dinilai memberi dampak negatif. 

Kepala ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman mengungkapkan, peningkatan harga komoditas ini berpotensi menambah beban kas yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga. 

“Menurut kajian kami, rumah tangga ini secara keseluruhan malah merasakan dampak negatif dari peningkatan harga. Ini bisa menambah arus kas keluar rumah tangga hingga 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) meski memang ada potensi pendapatan tambahan dari sini,” tutur Helmi dalam perbincangan bersama Bank Pembangunan Asia (ADB), Rabu (8/6) secara daring. 

Baca Juga: Hasil Revisi Konsumsi Lebih Tinggi, PDB Jepang untuk Kuartal I Turun Lebih Rendah

Helmi melihat, rumah tangga harus merogoh kocek lebih dalam karena berkaitan dengan peningkatan harga (inflasi) Indeks Harga Konsumen (IHK), terutama berkaitan dengan peningkatan harga pangan dan harga energi. Khusus untuk dua komoditas ini, arus kas keluar rumah tangga berpotensi bertambah 0,6% PDB. 

Terkait dengan harga pangan, peningkatan ini didorong oleh disrupsi rantai pasok global, terutama untuk komoditas gandum dan kedelai. 

Namun, untungnya, Indonesia merupakan negara yang makanan pokok utamanya adalah beras. Produksi beras di Indonesia sendiri masih cukup berdaya. 

Kemudian, peningkatan harga pangan juga berkaitan dengan pembatasan ekspor pupuk oleh sejumlah negara, terutama Rusia, sehubungan dengan eskalasi ketegangan Rusia dengan Ukraina. 

Indonesia juga dinilai cukup aman, karena produksi pupuk di Indonesia masih cukup baik dan pemerintah masih memberi bantalan subsidi pupuk dalam negeri. 

Sedangkan dari harga energi, peningkatan harga energi juga sudah terjadi di dalam negeri, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan LPG non subsidi. Pun, pemerintah memberi wacana akan mengerek tarif listrik 3.000 VA. 

Namun, Helmi mengapresiasi keputusan pemerintah untuk menahan harga BBM jenis Pertalite dan LPG 3 kg atau energi bersubsidi. 

Pemerintah berencana menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 520 triliun. Helmi menilai, langkah ini akan mengerem potensi rumah tangga mengeluarkan uang lebih banyak. 

Baca Juga: Sri Mulyani: Commodity Boom Akan Berakhir Tahun Depan

Di satu sisi, Helmi juga sudah menyinggung peningkatan harga komoditas ini tetap memberikan tambahan kas pada rumah tangga. Potensi ini datang kepada rumah tangga di pedesaan yang mendapatkan tambahan kas masuk 0,1% PDB dari peningkatan harga minyak sawit. 

Kemudian, ada juga tambahan arus kas kepada rumah tangga sebesar 0,1% PDB kepada para rumah tangga yang mendapatkan subsidi jaring pengaman sosial. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×