kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga Minyak Indonesia Naik, APBN Bisa Surplus?


Sabtu, 19 Maret 2022 / 10:55 WIB
Harga Minyak Indonesia Naik, APBN Bisa Surplus?
ILUSTRASI. BI memperkirakan harga minyak Indonesia secara rerata akan berada di kisaran US$ 85 per barel hingga US$ 86 per barel.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas termasuk harga minyak mentah melonjak akibat konflik Rusia-Ukraina. Bank Indonesia (BI) menyebut, lonjakan harga ini akan memberi imbas pada peningkatan harga komoditas Indonesia.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengambil contoh, harga minyak Indonesia secara rerata diperkirakan meningkat sehingga berada di kisaran US$ 85 per barel hingga US$ 86 per barel. Ini lebih tinggi dari perkiraan BI pada bulan Februari 2022 yang berkisar antara US$ 67 per barel hingga US$ 70 per barel.

Dengan proyeksi harga minyak tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat tentu ini akan membawa dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bhima memperkirakan adanya peningkatan pendapatan negara hingga Rp 69 triliun. Namun, sisi lain ada peningkatan belanja negara secara agregat sebesar Rp 59,8 triliun. “Angka ini didapat dari sensitivitas sebesar Rp 3 triliun per kenaikan harga minyak mentah dibanding dengan asumsi ICP di APBN 2022,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (18/3).

Baca Juga: Harga Migas Terus Meningkat, Sektor Hulu Diharapkan Mencapai Target Tahun 2022

Dengan kondisi tersebut, kata Bhima, penerimaan pajak diperkirakan bisa naik hingga Rp 18,4 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa naik hingga Rp 50,6 triliun.

Dari sisi belanja negara, diperkirakan ada kenaikan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 43,7 triliun dan transfer daerah dan dana desa (TKDD) meningkat sebesar Rp 18,4 triliun.

Analis makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan, dengan asumsi kenaikan harga minyak Indonesia sesuai perkiraan BI tersebut akan mengerek pendapatan negara sekitar Rp 69 triliun dan belanja negara sebesar Rp 59 triliun.

“Peningkatan dari sisi belanja tersebut didorong oleh peningkatan belanja subsidi yang juga meningkat. Namun, dampak ke keuangan negara secara total masih surplus (untung),” kata Faiz.

Namun, Faiz memperkirakan harga minyak justru bisa melampaui perkiraan BI. Proyeksi dia, rata-rata minyak dunia di tahun ini bisa berada di kisaran US$ 98 per barel.

Hal ini seiring dengan potensi pemulihan di negara berkembang dengan membaiknya kondisi Covid-19 sehingga permintaan akan meningkat. Sayangnya, ini tidak dibarengi dengan peningkatan dari sisi suplai.

“Ini akan memengaruhi harga minyak Indonesia karena formula minyak mentah Indonesia adalah harga minyak internasional Brent ditambah alpha. Sehingga kami melihat perkiraan BI kemungkinan terjadi dan bahkan berpotensi lebih tinggi,” jelasnya.

Secara keseluruhan, memang ini menguntungkan bagi negara. Namun, Faiz mengimbau agar Indonesia tetap waspada, terutama di jalur perdagangan minyak dan gas (migas). Mengingat, Indonesia adalah net importir minyak.

Baca Juga: Sedang Dikaji, Harga Pertamax Berpeluang Naik

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Wempi Saputra menuturkan, pemerintah menyoroti dampak perang Rusia dan Ukraina ini terhadap anggaran negara, terutama pada sisi belanja subsidi. Apalagi, Indonesia merupakan net importir minyak.

Namun, Wempi menegaskan, pemerintah sudah mengambil ancang-ancang dan menyusun strategi agar dampak negatif ini tidak terlalu dirasakan oleh Indonesia.

Untuk dampak kenaikan energi pemerintah sudah memperhtungkan dengan masak dampaknya ke subsidi. Bahkan, pemerintah juga berusaha menangkan sisi positif dari peningaktan harga energi, yaitu ke potensi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Ini kami hitung, kalibrasi. Tapi kami sudah siapkan buffer kalau nanti negatif bagaimana caranya untuk menutupi (kekurangan anggaran) dan kalau positif bagaimana kami manfaatkan windfall dengan baik,” kata Wempi.

Sedangkan dampaknya untuk pangan, pemerintah terus bekerja sama antara Kementerian/Lembaga (K/L) untuk memastikan stok dan logistik.

Ia berharap, rencana pemerintah ini terkendali sehingga alternatif penyediaan bahan pangan dan logistik tetap lancar sehingga kenaikan harga (inflasi) yang tinggi tidak terjadi di domestik.

Baca Juga: Pertamina Belum Naikan Harga Pertamax, Beban Bisa Terus Tinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×