Reporter: Herry Prasetyo, Herlina KD, Maria Elga Ratri, SS. Kurniawan | Editor: Imanuel Alexander
Bola panas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi kembali menggelinding. Pemerintah berencana mengerek harga premium dan solar tahun depan. Apalagi, rencana ini tak perlu lagi restu dari DPR. Masalahnya, beranikah pemerintah bertindak?
Sukses mengegolkan kenaikan tarif tenaga listrik tahun depan secara bertahap sebesar 15% tahun depan, pemerintah kembali menggulirkan bola panas: kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di 2013.
Bola panas itu menggelinding dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rudi Rubiandini, Wakil Menteri ESDM, baru-baru ini mengungkapkan lembaganya sedang menyiapkan mekanisme baru kenaikan harga premium dan solar secara bertahap: Rp 500 per liter setiap tiga bulan. “Agar tidak memberatkan, kami coba bertahap tiga kali,” ujarnya.
Alhasil, tahun depan, harga premium dan solar akan naik sebesar Rp 1.500 per liter menjadi Rp 6.000 seliter. Angka ini sama dengan rencana kenaikan premium tahun ini yang semestinya per 1 April 2012 lalu, tapi batal lantaran tidak mendapat
lampu hijau dari DPR.
Tapi, bukan tidak mungkin, rencana pemerintah mengerek harga BBM bersubsidi tahun depan bakal berjalan mulus. Kok? Ya, kali ini, pemerintah punya senjata yang bisa melahirkan kebijakan kenaikan harga BBM tanpa perlu mengantongi restu dari Senayan, tempat wakil rakyat berkantor, lagi.
Senjata itu adalah Pasal 8 ayat (10) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) Tahun 2013, yang Selasa (23) lalu disahkan oleh dewan. Bunyi beleid itu ialah: belanja subsidi energi bisa disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro atau perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara.
Kuota bakal jebol
Tak ada perlawanan berarti dari DPR untuk meloloskan pasal tersebut. Semua fraksi diSenayan kecuali Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P) setuju. Fraksi Partai Golkar, misalnya, sepakat menyerahkan sepenuhnya pengelolaan subsidi energi kepada pemerintah.
“Termasuk di dalamnya apabila dilakukan penyesuaian harga,” tambah Satya Wira Yudha, anggota Fraksi Golkar. Agus Martowardojo, Menteri Keuangan, menyatakan, dengan adanya Pasal 8 ayat (10) UU APBN 2013, pemerintah berwenang menaikkan harga BBM bersubsidi jika terjadi perubahan asumsi makro. Wewenang ini memang seharusnya melekat pada pemerintah. “Kalau kondisi APBN sudah tidak lazim atau tidak normal, pemerintah dimungkinkan menaikkan harga energi,” kata dia.
Meski begitu, Agus enggan memerinci, apa yang akan menjadi patokan pemerintah kelak untuk mendongkrak harga BBM bersubsidi. Ia memilih menyerahkan mekanisme penyesuaian harga BBM nantinya kepada Kementerian ESDM. Catatan saja, di UU APBN Perubahan 2012, patokan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi adalah, apabila rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) di atas 10% dari asumsi ICP.
Tahun depan, pemerintah mengalokasikan bujet subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun, dengan kuota BBM bersubsidi sebanyak 46,01 juta kiloliter (kl). Tanpa upaya pembatasan konsumsi yang ekstrem seperti melarang kendaraan pribadi menenggak premium, kuota BBM bersubsidi itu bisa jadi bakal jebol. Alhasil, subsidi ikutan membengkak.
Betapa tidak? Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan, kuota BBM bersubsidi tahun ini yang sudah 44,04 juta kl akan terlampaui. “Berdasarkan tren konsumsi Januari hingga September 2012, diperkirakan realisasi volume BBM bersubsidi tahun ini mencapai 45,37 juta kl atau naik 3% di atas kuota,” ujar Andy Noorsaman Sommeng, Ketua BPH Migas.
Pilihan pemerintah hanya dua untuk mengerem konsumsiBBM bersubsidi: menaikkan harga BBM atau membatasi penggunaan BBM dengan melarang mobil pribadi minum premium. Masalahnya, berani tidakpemerintah melakukannya menjelang Pemilu 2014? Maklum, citra politik di mata rakyat lebih penting sekalipun harus mengorbankan duit negara ratusan triliun rupiah.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 05 - XVII, 2012 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News