Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sepanjang tahun ini, sampai saat ini, berada pada level US$ 79,35 per barel, jauh di bawah asumsi makro tahun ini yang sebesar US$ 90 per barel.
Meskipun mengalami penurunan, tampaknya peluang untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk yang bersubsidi, masih sulit untuk direalisasikan.
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, harga BBM bersubsidi akan turun jika asumsi ICP berada di bawah US$ 70 per barel, dan nilai tukar rupiah berada pada level asumsi awal sebesar Rp14.800. Namun, saat ini, nilai tukar rupiah berada di level 15.109 year to date (ytd).
Baca Juga: Kinerja Emiten Sawit Terpapar Gejolak Harga CPO
"Jika berada di bawah US$ 70 per barel, maka aman, artinya sudah berada di bawah harga BBM," ungkap Komaidi kepada Kontan.co.id pada Rabu (24/5).
Menurutnya, jika harga BBM dinaikkan dalam kondisi ICP sebesar US$ 79,35 per barel, maka akan berisiko meningkat kembali. Selain itu, masyarakat juga belum terbiasa dengan fluktuasi harga BBM. Hal ini juga akan secara otomatis meningkatkan beban fiskal pemerintah.
"Harga BBM subsidi atau kompensasi masih berada di bawah harga keekonomian, meskipun ICP berada di kisaran US$ 79,35 per barel," tambahnya.
Dia juga menyatakan, jika harga BBM bersubsidi saat ini masih terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka lebih baik harga tersebut tetap dipertahankan. Hal ini karena jika harga BBM harus dinaikkan kembali, akan berisiko politik dan dapat meningkatkan inflasi yang jauh lebih tinggi.
Baca Juga: Harga CPO Masih dalam Tren Pelemahan
Selain itu, dia juga menilai bahwa harga BBM di Indonesia saat ini masih tercatat sebagai yang paling murah di Asia Tenggara. Oleh karena itu, harga BBM saat ini masih berada dalam batas yang wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News