Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 250 juta rupiah, subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Vonis ini berdasarkan dua dakwaan berlapis, yakni pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang uncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hukuaman yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ingin Sanusi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, Sanusi juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah ia menjalani masa hukumannya.
Namun tuntutan itu tak dikabulkan hakim. Menurut Ketua Majelis Hakim Sumpeno, hak politik sudah diatur tersendiri dalam undang-undang. Hakim tidak sependapat jika hak politik disertakan dalam vonis kasus tersebut.
"Mengenai pencabutan hak politik, majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum karena masalah politik telah diatur dalam undang-undang tersendiri dan masyarakat yang akan menentukan pilihannya," ujar Sumpeno dalam sidang putusan yang digelar Kamis (29/12).
Selain itu, hal yang meringankan vonis, antara lain karena Sanusi mengakui perbuatannya dan mempunyai tanggungan keluarga.
Sedangkan hal yang memberatkan, karena Sanusi tidak mendukung program pemerintah dan jabatan Sanusi selaku anggota dewan.
Terkait dakwaan pertama, Sanusi dinilai terbukti menerima Rp 2,5 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman Trinanda Prihantoro.
Sedangkan dakwaan kedua, majelis hakim menilai, Sanusi terbukti secara sah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan jumlah nilai miliaran rupiah.
Adapun caranya, dengan pembelian sejumlah aset, baik berupa rumah, apartemen, serta mobil.
Hakim anggota, Ugo menyampaikan, majelis menilai pembelian aset-aset tersebut tidak sesuai dengan kemampuan Sanusi sebagai anggota DPRD sekaligus pengusaha.
"Majelis tidak sependapat dengan pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyatakan terdakwa memiliki kekayaan dari keuntungan penjualan PT Citicon menjadi PT Bumiraya Properti karena tidak ada catatan berapa uang untuk korporasi dan berapa untuk terdakwa padahal pemilik saham bukan hanya terdakwa," ujar Ugo.
Sehingga, lanjut Ugo, patut diduga harta tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Namun demikian hanya sebagian harta kekayaan Sanusi yang akan dirampas negara.
Sebagian lainnya yang tak terbukti dari hasil kejahatan Sanusi, akan dikembalikan kepada masing-masing pihak yang terkait dengan kepemilikan harta Sanusi dan dijadikan sebagai barang bukti dalam kasus ini. (Fachri Fachrudin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News