Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Periode 2001-2006 Hadi Poernomo menyampaikan sudah seharusnya otoritas pajak langsung berada di bawah Presiden RI atau dengan kata lain berbentuk badan perpajakan.
Untuk mengejar penerimaan pajak yang terus naik tapi kadang bertolak belakan dengan pertumbuhan realisasi tahun sebelumnya, Poernomo menilai Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak membuat pusat data atau big data pajak.
Isinya berupa pengelolaan data dan informasi dari seluruh Instansi Pemerintah, Lembaga-lembaga, Asosiasi-asosiasi, dan Pihak- pihak Lain (ILAP) yang dikumpulkan untuk tujuan perpajakan yang apabila tidak dipenuhi kewajiban penyampaiannya maka Pihak yang tidak memberikan data diancam pidana.
Baca Juga: Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo kritik pemanfaat AEoI
“Hakikat yang begitu besar dari pusat data pajak ini memiliki risiko yang besar sepadan dengan manfaat yang akan diwujudkannya yaitu kepastian penerimaan pajak yang berarti kemandirian APBN dan semakin dekat dengan cita-cita Indonesia Maju,” kata Hadi Poernomo, Rabu (5/2)
Hadi Poernomo menyampaikan sebetulnya pusat data sudah dicanangkan sejak lama. Tetapi belum juga terbentuk setelah dua puluh tahun berlalu sejak ide pertama kali ini terakomodasi dalam Bab IV halaman 31 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang APBN Tahun Anggaran 2002 terkait kebijakan pendukung lainnya yang ditempuh dalam bidang PPh yaitu “pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan yang terintegrasi dan online antar unit-unit terkait.”
“Belum terwujud bukan berarti tidak mau, karena kemauan tanpa disertai kemampuan akan sangat sulit terwujud. Saya yakin DJP mau untuk mewujudkan pusat data namun bisa jadi DJP tidak mampu karena terkait dengan level DJP yang tidak setara dengan pihak-pihak yang wajib menyetorkan data. Ditjen Pajak tidak memiliki bargaining power,” ujar Hadi Poernomo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News