Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo sedianya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Kamis (12/3). Namun, Hadi mengalami gangguan jantung sehingga tidak dapat memenuhi penggilan penyidik.
Oleh karena itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Hadi akan dijadwal ulang.
"Untuk jadwal ulangnya belum ditentukan (waktunya)," ujar Priharsa melalui pesan singkat.
Sebelumnya, kuasa hukum Hadi, Yanuar Prawira Wasesa, menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan surat dokter ke KPK. Mengenai surat tersebut, Priharsa membenarkan bahwa KPK telah menerima surat keterangan ketidakhadiran Hadi.
"Kuasa hukumnya telah mengirim surat pemberitahuan bahwa Pak HP tidak dapat memenuhi panggilan karena sakit," kata Priharsa.
Saat ini, Hadi dirujuk ke Rumah Sakit Pondok Indah dan harus mendapatkan penanganan dari tim medis sehingga tidak dapat memenuhi panggilan penyidik. KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014. Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak pada 2002-2004.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan surat ketetapan pajak nihil pajak penghasilan (SKPN PPh) BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait kredit bermasalah atau non-performance loan (NPL) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu, negara dirugikan senilai Rp 375 miliar.
Atas perbuatan tersebut, KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News