Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) telah memberikan gula-gula untuk mendorong pertumbuhan sektor properti, khususnya untuk kepemilikan rumah.
Yakni berupa insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah.
Mulai masa pajak November 2023 hingga Juni 2024, pemerintah akan menanggung 100% PPN pembelian rumah komersial baru dengan harga di bawah Rp 2 miliar.
Baca Juga: Gula-Gula di Sektor Properti Akan Dorong Permintaan, Angin Segar Bagi Ekonomi
Pemerintah pun memperluas insentif PPN DTP ini ke rumah dengan kisaran harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.
Namun, tetap ada ketentuan khusus untuk rumah pada harga tersebut. Dasar pengenaan pajak atas penyerahan rumah dalam kisaran harga itu akan dikurangi Rp 2 miliar.
Atau dengan kata lain, rumah dengan harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar masih membayar PPN sama seperti semula, tetapi hingga Rp 2 miliar pertama akan ditanggung oleh pemerintah.
Nah saat insentif tersebut habis masanya, mulai Juli 2024, besaran insentif PPN DTP akan dipangkas menjadi 50%.
Baca Juga: Ada Insentif PPN, Bank Membidik Pertumbuhan KPR
Itu berarti, masyarakat sudah mulai kembali membayar PPN saat membeli rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar, tetapi dengan tarif PPN hanya 50%.
Sedangkan dari otoritas moneter, BI memutuskan untuk memperpanjang kebijakan relaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti maksimal 100% hingga 31 Desember 2024.
Ini kemudian memungkinkan, para calon pembeli properti tak perlu membayar uang muka, atau bebas down payment (DP) saat memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, insentif yang diberikan oleh pemerintah memang akan menjadi stimulus bagi keinginan masyarakat untuk membeli rumah.
Baca Juga: BTN Optimistis Insentif PPN DTP Akan Mendorong Penyaluran KPR Lebih Tinggi
Namun, Josua melihat dampaknya masih belum akan terlalu besar mengingat sejumlah peristiwa yang terjadi beberapa waktu ke depan.
Pertama, momen Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan diselenggarakan pada Februari 2024. Beberapa masyarakat menjadikan properti sebagai investasi.
Nah sesuai pola musiman, jelang Pemilu biasanya para pelaku usaha dan penanam modal akan cenderung wait and see untuk melakukan aksi.
"Sehingga, ini akan memengaruhi keputusan masyarakat untuk investasi, atau membeli properti," terang Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (16/11).
Kedua, harga pangan masih bergerak tinggi sehubungan dengan fenomena kekeringan atau El Nino yang menyundut inflasi.
Baca Juga: Kebijakan PPN DTP Berlaku, Pengembang Properti Atur Strategi Pacu Penjualan Rumah
Ini akan membuat masyarakat cenderung untuk menabung atau menahan diri sementara untuk melakukan investasi.
Ketiga, menanti arah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Karena biasanya, upah juga merupakan komponen penting yang dilihat saat masyarakat ingin membeli rumah, terutama lewat KPR atau KPA.
Keempat, arah suku bunga acuan global dan Bank Indonesia (BI) yang akan memengaruhi suku bunga kredit. Ini juga bisa dijadikan dasar pertimbangan masyarakat untuk mengambil hunian dengan cara kredit.
Dari pengamatan Josua, geliat permintaan pembelian tempat tinggal baru akan mulai pada kuartal II-2024.
Sehubungan dengan arah politik yang makin terlihat, inflasi yang makin melandai, dan juga keputusan terkait UMP sudah diambil.
Nah, baru permintaan akan lebih meroket pada semester II-2024. Yang ini kemudian mampu menjadi daya dorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News