Reporter: Yudho Winarto | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. PT Sumi Asih dapat sedikit bernapas lega. Menyusul putusan sela yang menegaskan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili gugatan pembatalan putusan arbitrase international American Arbitration Association (AAA) terkait sengketa Sumi Asih dengan perusahaan asal Singapura, Vinmar Overseas Ltd.
"Majelis hakim menyatakan menolak eksepsi tergugat (Vinmar Overseas) dan menyatakan Pengadilan berwenang mengadili sengketa ini," kata Immanuel Sianipar, kuasa hukum Sumi Asih, Rabu (5/1).
Menurutnya, Majelis hakim yang diketuai Swidya dalam pertimbangannya mengacu pada Pasal 65 dan 66 UU tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Di samping itu majelis hakim menilai dalil eksepsi yang disampaikan Vinmar Overseas bahwa Pengadilan tidak berwenang lantaran mengacu pada ketentuan Pasal 70 sampai Pasal 72 UU tentang Arbitrase hanya mengatur permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional dinilai terlalu setengah-tengah.
Terkait putusan ini, Immanuel menegaskan bahwa putusan itu sudah sesuai di mana dalam UU Arbitrase setiap putusan arbitrase baik nasional dan international harus didaftarkan ke Pengadilan. Supaya dapat dilaksanakan putusannya.
Sementara itu, Rita Yuhani selaku kuasa hukum Vinmar Overseas ketika dihubungi enggan untuk memberikan komentarnya.
Seperti diketahui Sumi Asih menyasar Vinmar Overseas selaku tergugat I dan AAA sebagai turut tergugat. Sumi Asih menilai putusan arbitrase international tertanggal 4 Mei 2009 telah melanggar UU No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, UU No.4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta melanggar asas kepatutan dan keadilan.
Dalam putusan arbitrase AAA, Sumi Asih dihukum membayar kepada Vinmar Overseas ganti rugi US$ 5,578 juta, pre-award interest US$ 355.339, dan biaya hukum US$ 200.000, biaya administrasi beperkara di AAA dengan nilai total US$ 22.550 dibebankan kepada para pihak, serta kompensasi dan biaya arbiter sebanyak US$ 54.582 juga dibebankan kepada para pihak. Putusan ini pun sudah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 Mei 2010 lalu.
Sumi Asih menyatakan bahwa putusan itu harus dibatalkan atau dinyatakan tidak dapat dilaksanakan (non exequatur) lantaran isi putusan dianggap bertentangan dengan beberapa pasal dalam UU No.30/1999, bertentangan dengan pasal 25 UU No.4/2004, dan melanggar asas kepatutan dan keadilan.
Terkait gugatan ini, Rita Yuhani selaku kuasa hukum Vinamar Overseas belum dapat memberikan komentarnya. "Saya tidak masuk kerja dan lagi di rumah karena sakit," paparnya. Namun berdasarkan berkas eksepsinya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa ini.
Alasannya mengacu pada ketentuan Pasal 70 sampai Pasal 72 UU tentang Arbitrase hanya mengatur permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional. Sedangkan sengketa saat ini merupakan putusan arbitrase international. Di samping itu mengacu pada Konvensi New York yang memuat ketentuan putusan arbitrase international hanya dapat diajukan melalui pengadilan yang memutus perkara bersangkutan.
Kasus ini bermula ketika kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perjanjian jual beli biodiesel, yang ditandatangani pada 13 Desember 2006, di mana penggugat akan mengirimkan sebanyak 5.000 metrik ton biodiesel setiap bulannya kepada tergugat.
Pada periode Maret-Oktober 2007 terjadi perubahan harga crude palm oil (CPO), yang berdampak pula pada harga bahan baku biodiesel. Selain itu, juga ada kebijakan pemerintah tentang besar tarif pungutan ekspor, termasuk komoditi CPO.
Kondisi itu dinilai Sumi Asih sebagai kondisi yang memaksa (force majeure) dan Sumi Asih mengaku telah menginformasikannya kepada para pembeli di luar negeri termasuk Vinmar Overseas. Tetapi Vinmar Overseas tetap memaksa Sumi Asih melakukan pengiriman biodiesel untuk Januari dan Februari 2008. Lantas, terjadi pertikaian antara keduanya terkait dengan pengiriman itu, di mana Vinmar Overseas menuding Sumi Asih telah wanprestasi atas purchase order confirmation, sehingga membawa perkara itu ke jalur arbitrase.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News