Reporter: Dadan M. Ramdan, Agus Triyono, Dina Farisah | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Usulan Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, menyulut protes Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P.
Lewat surat bersama bernomor 000/S_580/II.10/2012 dan 188/2059-Bapp/2012 yang salinannya diterima KONTAN, kedua "penguasa" Banten dan Lampung itu menolak usulan Agus agar biaya studi kelayakan Jembatan Selat Sunda memakai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Kami menyatakan sangat keberatan dan berharap usulan perubahan Perpres Nomor 86 Tahun 2011 dapat ditarik kembali," begitu isi protes Atut dan Sjahroedin dalam surat bersama yang dilayangkan kepada Menkeu pada 5 Juli 2012.
Dalam suratnya, Atut dan Sjahroedin menyatakan, penggunaan APBN untuk membiayai studi kelayakan jembatan penghubung Pulau Sumatra dan Jawa itu tidak tepat. Mereka bilang, dampak dari usulan Menkeu yang disampaikan melalui surat ke Menteri Pekerjaan Umum Nomor S-396/MK.011/2012 tertanggal 8 Juni 2012 tersebut bisa menciptakan ketidakpastian hukum bagi para investor.
Meski mendapat protes keras, Kementerian Keuangan (Kemkeu) bersikukuh studi kelayakan Jembatan Selat Sunda harus dibiayai dari APBN. Mereka tidak mau kegagalan proyek listrik 10.000 megawatt terulang.
Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu, mengatakan, kementeriannya khawatir kualitas pembangunan jembatan sepanjang 29 kilometer itu tidak sesuai harapan. Apalagi Jembatan Selat Sunda adalah megaproyek dengan dana dan risiko yang besar pula, sehingga harus mendapat jaminan dari pemerintah. "Makanya, kami mengusulkan revisi Perpres. Kalau tidak, ya, tak akan jalan," tegas dia.
Tapi, Bambang menampik sikap Kemkeu ini untuk menjegal Konsorsium Banten-Lampung yang dalam Perpres No.86/2011 ditetapkan sebagai pemrakarsa proyek. "Kasus kemarin (proyek listrik 10.000 MW) cukup menjadi pelajaran," ujarnya.
DPR tidak satu suara
Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, menuturkan, instansinya belum memutuskan sumber pembiayaan studi kelayakan Jembatan Selat Sunda. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum masih melakukan pembahasan internal dengan Dewan Pengarah Badan Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. "Nanti akan diumumkan," janji Hermanto.
Sejumlah anggota dewan mendukung usulan Menkeu. Nova Iriansyah, Anggota Komisi Infrastruktur (V) DPR setuju biaya studi kelayakan Jembatan Selat Sunda dari APBN, asal sesuai dengan peraturan, transparan, dan akuntabel. "Megaproyek ini bisa tidak efisien jika dibiayai pihak ketiga," katanya.
Senada, Marwan Jafar, anggota Komisi V DPR lainnya, mengatakan, tidak menutup kemungkinan pembiayaan Jembatan Selat Sunda dari APBN. Tapi, Tidak seluruh biaya dibebankan kepada APBN," imbuh Marwan.
Sebaliknya, Agung Budi Santoso, anggota Komisi V DPR lain, meminta biaya tersebut jangan dibebankan kepada negara. "Jangan memakai APBN," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News