Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Rencana pemerintah memberikan subsidi pada sektor energi baru terbarukan (EBT) sebesar Rp 1,3 triliun melalui RAPBN 2017 masih belum jelas. Pembahasan usulan itu di Komisi VII DPR, terhenti pada Selasa (6/9) malam karena ada perdebatan.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar Satya W. Yudha mengatakan fraksinya akan menyetujui usulan pemerintah untuk memberikan subsidi pada sektor tersebut. Pasalnya untuk membangkitkan kembali EBT perlu peran pemerintah untuk support yaitu memberikan subsidi.
"Energi baru terbarukan akan bisa bersaing jika ada subsidi dari pemerintah. Apalagi dalam kondisi harga minyak dunia saat ini masih rendah (harga)," ujar Satya kepada KONTAN, Rabu (7/9).
Subsidi ini akan terus dilakukan selama harga pasar masih terlalu mahal. Jika kondisi harga sudah tidak lagi mahal dan masyarakat mampu membelinya maka subsidi tidak diperlukan lagi.
Namun Satya tidak bisa memprediksi sampai kapan subsidi ini akan berjalan. "Ini juga butuh konsistensi dari pemerintah," katanya.
Pemerintah dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) telah mematok target porsi EBT sebesar 23% dalam bauran energi tahun 2025. Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan untuk mencapai itu perlu adanya subsidi. "EBT itu kalau nggak disubsidi tidak akan sampai 23% pada 2025," ungkapnya.
Dia memberikan contoh solar cell itu disubsidi karena harganya lebih tinggi dari Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLN. Jadi kalau tidak diberikan subsidi maka tidak akan ada yang mau berinvestasi pada sektor ini karena biayanya tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News