Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Setelah Google, pemerintah kini tengah serius membidik perusahaan teknologi raksasa Facebook. Sebab, seperti halnya Google, Facebook juga diduga memiliki tunggakan pajak kepada pemerintah.
Terkait hal tersebut, pemerintah berencana memanggil pimpinan perusahaan milik Mark Zukerberg itu untuk datang ke Indonesia. Rencananya, pertemuan itu diagendakan pekan depan.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Muhammad Hanif, pemanggilan ini merupakan pertemuan awal. "Kita serius mengejar pajak Facebook," ujar Hanif, Selasa (29/11).
Menurutnya, pendapatan kedua perusahaan global tersebut di Indonesia sangat besar. Catatan otoritas pajak menyebutkan, pendapatannya di Indonesia mencapai US$ 840 juta. Dari jumlah itu, 70% diantaranya berasal dari Facebook.
Namun, diakui Hanif, untuk bisa mengejar potensi pajak terutang dari penghasilan itu tidak mudah. Seperti halnya yang dilakukan terhadap Google, pemerintah juga mengalami kesulitan untuk bisa memajaki Facebook. Salah satunya masalah adalah menyangkut payung hukum yang belum memadai.
Meski begitu, Ditjen Pajak sudah memiliki formula yang akan digunakan untuk menjerat perusahaan global itu. Salah satunya melalui negosiasi, atau menggunakan settlement.
"Proses ini beda dengan pemeriksaan biasanya. Hanya akan dilihat total pembayaran pajaknya saja dan nilainya dilakukan secara negosiasi," papar Hanif.
Untuk lebih menguatkan proses negosiasi, lanjut Hanif, Ditjen Pajak mengancam akan melakukan full investigation. Ini merupakan proses pemeriksaan seperti biasa dan akan merugikan pihak perusahaan. Sebab, jika terbukti, mereka harus membayar pajak seperti biasa ditambah denda dengan tarif umum.
Hanif menyontohkan proses negosiasi dengan Google yang sebentar lagi kelar. Jika dilakukan pemeriksaan seperti biasa, Google harus membayar sekitar Rp 5 triliun. Pajaknya mencapai Rp 1 triliun ditambah bunga 400%.
Bersamaan dengan itu, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama, Ditjen Pajak menyiapkan aturan yang lebih kuat, salah satunya melalui revisi undang-undang pajak penghasilan (PPh).
Saat ini, Ditjen Pajak dan Kemenkominfo yang mengatur badan usaha tetap (BUT) bagi perusahaan over the top (OTT) sedang membahas soal ini. Salah satu opsinya, "Pemajakan OTT tidak lagi harus ada BUT," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News