Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menolak rencana revisi beleid Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Sekretaris Jenderal Gappri Willem Petrus Riwu mengatakan, hiruk pikuk kehadiran kelompok anti-tembakau yang terus menyerang dan menyudutkan industri hasil tembakau (IHT), kemungkinan bermaksud untuk mendorong pengambil keputusan pada beberapa kementerian.
Willem meminta pemerintah untuk tidak memperhatikan atau mendengarkan suara kelompok yang menyudutkan IHT. Menurutnya, suara kelompok tersebut sesuai keinginan penyokong dana dan bukan suara hati mereka.
"Pemerintah lebih baik fokus pada penanganan Covid-19 di Tanah Air untuk pemulihan perekonomian nasional. Sekaligus juga untuk menjaga Kesehatan dan keselamatan bangsa," ujar Willem kepada Kontan.co.id, Rabu (16/6).
Baca Juga: Pemerintah tak lanjutkan revisi PP pengamanan zat adiktif produk tembakau
Sementara itu, pemerintah menilai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan tidak mendesak dilakukan.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Atong Soekirman mengungkapkan, hal ini dikarenakan pemerintah saat ini tengah fokus untuk memulihkan ekonomi nasional dari dampak Pandemi Covid-19.
"Jadi tidak perlu revisi PP109/2012 ini dilanjutkan, karena memang industri kita, khususnya industri hasil tembakau (IHT) yang adalah industri padat karya ada beberapa yang menggunakan banyak tenaga kerja," katanya dalam siaran pers, Selasa (15/6).
Menurutnya, IHT yang sangat berkaitan dengan PP 109/2012 tersebut tengah tertekan secara ekonomi akibat pandemi Covid-19. Jika aturannya berubah-ubah akan menyulitkan industri ini bergerak.
"Karena ada berbagai persepsi tadi, pendapatan industri, pajak untuk pembangunan, isu kesehatan, isu petani tembakau ini, kami di Kementerian Perekonomian tidak memandang ini urgen," ujar Atong.
Atong menekankan, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja atau padat karya. Jika industri ini tertekan tentu akan berpengaruh juga secara langsung bagi para tenaga kerja yang terhubung dengan IHT.
Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Atong menekankan, pemerintah saat ini juga tengah mendorong agar utilisasi sektor industri termasuk IHT kembali mengalami peningkatan. Maka peraturan yang sudah ada hanya perlu diterapkan secara baik.
Atong mengungkapkan, pada dasarnya inisiasi revisi PP 109/2012 ini berasal dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan terutama untuk menyinggung isu dari sisi kesehatan.
Namun, karena besarnya pro dan kontra dari revisi aturan yang sudah ketat itu, Atong menegaskan, perlu juga diperhatikan mengenai keberlangsungan usaha dari industri-industri yang memang menjadi tulang punggung produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Jadi pro dan kontranya cukup tinggi namun karena kondisi pandemi dan upaya pemerintah ini sedang pemulihan ekonomi nasional kami di Kemenko Ekon memandang masih belum urgen untuk merevisi PP109 ini," kata Atong.
Baca Juga: Gappri berharap PP pengamanan zat adiktif produk tembakau tetap dipertahankan
Sebagai upaya untuk melindungi keberlangsungan usaha IHT, Kemenko Perekonomian telah mencanangkan berbagai program seperti mengembangkan sektor hulu hingga mendorong investasi berkualitas.
Mengingat sifat IHT sangat diatur oleh pemerintah atau highly regulated industry, Atong bilang, ada berbagai bentuk insentif untuk mendukung beban keuangannya, terutama dalam bentuk insentif fiskal seperti di saat masa krisis pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim juga menyatakan rencana revisi PP No 109/2012 tidak tepat apabila dilakukan pada situasi pandemi karena akan semakin memperburuk kondisi IHT.
“Untuk revisi PP 109 memang kurang tepat kalau dilakukan sekarang. Saat ini fokusnya adalah pemulihan ekonomi,” kata Abdul.
Selanjutnya: Revisi PP pengamanan zat adiktif produk tembakau belum mendesak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News