kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Fitra usul belanja pegawai daerah masuk dalam APBN


Senin, 07 Januari 2013 / 07:09 WIB
Fitra usul belanja pegawai daerah masuk dalam APBN
ILUSTRASI. Kontan - KOMINFO Kilas Kementerian Online


Reporter: Agus Triyono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Untuk memaksimalkan penggunaan dana transfer daerah yang selama ini sebagian besar tersedot untuk menggaji aparatur dan pejabat daerah, pemerintah perlu segera menyatukan belanja pegawai daerah ke dalam satu mekanisme penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Yuna Farhan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) berpendapat, selain bisa meningkatkan efektivitas penggunaan dana transfer, mekanisme penyatuan belanja pegawai daerah ke dalam APBN juga akan menghilangkan kontaminasi politik lokal terhadap pegawai daerah. Sehingga, para pegawai daerah bisa lebih netral dalam menjalankan tugas melayani masyarakatnya.

Menurut Yuna, jumlah belanja pegawai, terutama gaji, tunjangan guru, dan insentif, memang paling besar. Nah, jika dimasukkan dalam APBN, dana transfer ke daerah hanya untuk pembangunan. "Sebab, kalau belanja pegawai daerah ikut ditransferkan, jumlahnya kelihatan besar, tapi daerah menjadi tidak berkutik," kata Yuna, akhir pekan lalu.

Yuna mengakui, saat ini pemerintah tengah berusaha memperbaiki inefesiensi penggunaan dana transfer daerah dengan mengubah UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satunya soal syarat mendapatkan dana transfer daerah, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU), yang menyebut belanja pegawai setiap daerah tidak boleh melebihi 50% dari belanja daerah.

Tapi, cara ini belum cukup efektif. Sebab, selama ini, belanja pegawai daerah menempati porsi terbesar dari penggunaan anggaran, khususnya anggaran yang berasal dari dana transfer daerah. Berdasarkan temuan Kementerian Dalam Negeri terhadap penggunaan dana transfer daerah, khususnya DAU di 524 provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia, terungkap bahwa 82,4% dana di antaranya habis untuk belanja pegawai.
Bukan hanya itu, dari hasil evaluasi kementerian tersebut, ada daerah yang memberikan tunjangan kepada sekretaris daerah sampai dengan Rp 50 juta, atau setara dengan gaji wakil presiden.

Dalam temuannya akhir Desember lalu, Fitra malah memaparkan bahwa ada kepala daerah yang memperoleh gaji pokok berikut tunjangan dalam sebulan mencapai ratusan juta rupiah. Daerah tersebut antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sumatra Utara.
Marwanto Harjowiryono, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan mengatakan, untuk memperkecil porsi anggaran belanja pegawai dan pejabat di daerah, pemerintah akan memperketat syarat daerah penerima DAU.

Selain itu, pemerintah juga berencana melakukan moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di beberapa daerah. Marwanto mengatakan, kepastian soal mekanisme moratorium penerimaan PNS itu kini sedang digodok dalam revisi UU No. 33/ 2004. "Daerah yang porsi belanja pegawainya masih sampai 80%, kita akan membuatĀ  bechmark sebesar 50%. Kalau tidak terpenuhi, kami mengupayakan melakukan moratorium penerimaan pegawai di daerah itu," kata Marwanto, akhir pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×