kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Fitra: Jelang Pemilu, APBN rawan penyelewengan


Jumat, 04 Januari 2013 / 17:41 WIB
Fitra: Jelang Pemilu, APBN rawan penyelewengan
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan patung banteng dengan latar belakang layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/9/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Edy Can


JAKARTA. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PBN) 2013 rawan dimanipulasi. Sekjen Fitra Yuna Farhan mengatakan, dugaan itu muncul karena adanya peningkatan anggaran belanja bantuan sosial di 10 kementerian pada 2013 dibandingkan pada 2012 lalu.

Fitra menduga, peningkatan belanja bantuan sosial ini untuk membiayai persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mendatang.  "Polanya sama dengan tahun 2009 lalu dan juga pemilihan kepala daerah, menjelang pelaksanaan Pemilu atau Pilkada anggaran belanja bantuan sosial selalu mengalami peningkatan," kata Yuna, Jumat (4/1).

Dugaan makin kuat karena kenaikan anggaran belanja bantuan sosial terjadi di kementerian yang dipimpin oleh menteri yang berasal dari partai politik. Contohnya di Kementerian Agama. Anggaran belanja sosial di kementerian yang dipimpin oleh Suryadharma Ali ini melonjak dari Rp 5,5 miliar menjadi Rp 11,3 miliar pada tahun ini. Catatan saja, Suryadharma Ali merupakan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan.

Yang sama juga terjadi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Anggaran belanja sosial di kementerian ini pada 2012 lalu hanya sebesar Rp 7,6 miliar. Namun, pada 2013 ini, anggaran belanja tersebut naik sepuluh kali lipat menjadi Rp 70,4 miliar. "Bantuan sosial tersebut tidak ada program yang jelas dan itu berpotensi digunakan untuk menarik simpati pemilih," kata Yuna.

Ekonom Indef Ahmad Erani Yustika menambahkan, selain rawan manipulasi, anggaran 2013 juga tidak efisien. Menurutnya, sebagian besar anggaran belanja daerah dialokasikan untuk belanja pegawai ketimbang lainnya.

Dia bilang ketidakefisiensi anggaran juga terlihat dari ketidakmampua pemerintah dalam menyerap anggaran belanja. Untuk pemerintah pusat saja misalnya, dari besaran anggaran yang porsinya hanya mencapai 8%- 9% dari PDB sampai saat ini penyerapan belanja pemerintah pusat tidak pernah bisa mencapai 100%.  "Ini membuat sulit dengan proprosi anggaran yang kecil, anggaran yang seharusnya bisa memberi dampak bagi perekonomian yang besar bagi perekonomian menjadi tidak bisa dicapai," kata Erani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×